He Is Not My Brother

Keita Puspa
Chapter #18

Too Much

Di kamar sempit itu terlihat Amy bersama seorang lagi gadis manis sedang menghadap cermin. Amy terlihat tidak percaya diri mengamati bayangan yang terbentuk di cermin.

"Kau sangat cantik, Amy. Aku yakin Jimmi akan jatuh cinta beneran padamu," kata gadis itu sembari tersenyum lembut kepada cermin.

"Apa? Jangan ikut-ikut M, Kak Wen. Itu gak akan terjadi," ucap Amy kesal.

"Aku serius, lho. Kau benar-benar cantik." Weni membelai rambut Amy yang tergerai ikal karena Weni mengeritingnya.

"Apa iya? Menurutku ini aneh. Pakaian ini ribet. Rasanya aneh." Amy menarik gaun pemberian Jimmi.

Weni tertawa, "Itu karena kau gak terbiasa. Untung aku bawa perlengkapan make up di tas, jadi bisa membantumu dandan, hehe."

Amy kembali memperhatikan dirinya di cermin. Wajahnya yang sehari-hari hanya memakai pelembab itu kini telah ditaburi bedak dan ada sentuhan kemerahan di pipinya. Selain itu, Weni juga memakaikan eyeliner dan sedikit eyeshadow berwarna peach dan coklat di kelopak mata Amy. Alis Amy juga tampak rapi. Bibirnya pun telah dipoles dengan lipgloss nude pink. Kata Weni, warna bibir alami akan memberikan kesan natural. Lagipula memang bibir Amy sudah cerah.

"Amy... pangeranmu sudah datang!" M berteriak setelah dilihatnya motor Jimmi sudah terparkir di halaman.

"Dia bukan pangeranku!" Amy balas berteriak.

"Wow... dia ganteng banget, Am!" M kembali berteriak saat Jimmi turun dari motornya dan mulai melangkah menuju pintu.

"Hai, M!" sapa Jimmi begitu pintu terbuka.

"Kau keren, eh, ganteng malam ini, Jimm." Mereka berdua mengadukan kepalan tangan kanan mereka.

Jimmi tersenyum dan meraih tengkuknya. "Aku merasa biasa aja, M."

"Jadi, kau mau ngajak adikku yang cantik kemana, heh?"

"Mmm... ke sebuah tempat. Restoran kecil di pinggir kota."

"Well... Kau tahu aturannya, kan? Jangan pulang lebih dari jam sembilan malam." M tersenyum. Jimmi tahu kalau sahabatnya itu sedang meledeknya.

"Ayolah, M," Jimmi merajuk. "Tempatnya agak jauh."

"Hahaha... aku percaya padamu, Jimm. Kau mau aku yang memanggil sang putri?"

"Tidak. Biar aku yang menjemputnya." Jimmi tertawa. Ia berjalan ke arah kamar Amy yang terbuka.

"Oh... hai, Wen! Kau di sini?" Jimmi menghentikan langkahnya di depan pintu.

"Yeah... membantu Amy untuk menjadi... mmh, Cinderella. Baiklah... kurasa aku harus bicara dengan M sekarang." Weni melepaskan tangannya dari pundak Amy kemudian meninggalkan kamar.

Amy memperhatikan dirinya sekali lagi sebelum berbalik menghadap Jimmi yang kini menyandarkan punggung di pintu dengan kedua tangan terlipat di dada.

Jimmi tertawa saat ia melihat Amy dengan gaun hitam itu dan juga kini garis wajahnya terlihat lebih nyata. Sejujurnya Jimmi terpesona. Ia tertawa membayangkan wajah Amy yang biasa dan polos itu kini menjadi anggun. Meski tertawa tapi matanya tidak terlepas dari wajah Amy.

Amy sendiri merasa kesal karena Jimmi menertawakannya, seperti yang sudah dibayangkannya. Namun entah mengapa bibirnya enggan mengerucut melihat cowok yang tertawa itu. Tidak biasanya pakaian Jimmi serapi ini. Kemeja salur navy itu terlihat keren di matanya. Jam tangan dan celananya juga. Tawa itu juga entah kenapa terlihat keren di wajah yang juga keren. Amy mengepalkan tangan dan menyingkirkan semua pikirannya. Menurutnya semua yang ia pikirkan tidak logis.

"Serius kita mau pergi naik motor ini?" tanya Amy saat Jimmi sudah menstarter motor Rossi-nya.

"Ayolah... kau mau jalan kaki?"

"Eh... tapi pakaianku seperti ini. Kau lihat?"

Jimmi memperhatikan Amy dari atas hingga bawah. Cantik.

"Kau bisa duduk menyamping, kan?"

Kali ini mulut Amy benar-benar mengerucut ketika akhirnya ia duduk menyamping di belakang Jimmi.

§§§

"Ayolah...." Jimmi menarik lengan Amy yang hanya diam menatap retoran di depannya.

Amy menurut saja dengan tarikan Jimmi. Mereka memasuki restoran kecil namun sarat dengan nuansa romantis itu. Amy menelan ludah melihat beberapa pasang—sepertinya—kekasih yang tengah makan malam di bawah cahaya lilin. Beberapa tampak tersenyum dan bercanda bahagia dengan pasangannya. Tempat sempurna untuk candle light dinner tapi bukan dengan cowok di sampingnya. Harusnya ia bersama dengan seseorang yang spesial, seseorang yang telah mengambil hatinya, bukan dengan seseorang yang mengalahkannya dalam taruhan KM. Ini gila!

Amy berusaha mengubur dalam-dalam kekecewaannya. Setidaknya di sini tidak ada orang yang ia kenal. Hatinya sedikit tenang. Namun hanya sesaat saja. Ketika ia duduk seusai Jimmi menarik kursi untukknya dan mempersilahkannya duduk, mata Amy melihat seorang yang sudah ia kenal bersama seorang gadis yang juga telah ia kenal.

Adalah Fohn, kakak Jimmi yang sedang duduk di sudut ruangan bersama cewek seksi memakai dress warna capuccino. Mereka tampak sangat akrab. Amy berpikir apa Jimmi mengetahui keberadaan mereka?

"Amy... Am, kau mau pesan apa?" suara Jimmi membuat Amy sedikit kaget.

Lihat selengkapnya