Bagaimana pun, sulit bagi Jimmi untuk menghindari Amy tanpa menghindari M. Sebab M selalu ada di dekat Amy, di luar sekolah pastinya. Karena itu ia memutuskan untuk mengurangi frekuensi berkunjung ke rumah M.
Perkataan Amy tempo hari membuat Jimmi tidak enak hati. Ia berpikir mungkin memang ia telah membebani Amy dengan perasaannya. Maka Jimmi bertekad untuk menjauhi Amy, sekalipun di dalam hati ia tidak mau.
Sore ini tidak ada latihan basket karena besok adalah pertandingan final LBN. SMA Elang vs SMA Naga, seperti dua tahun sebelumnya. Jimmi memutuskan untuk pergi ke tukang pangkas rambut dan mengubah gaya rambutnya. Ia butuh sesuatu yang baru. Terutama semangat baru.
"Mau model seperti apa?" tanya si tukang cukur langganan Jimmi yang rambutnya selalu berwarna-warni itu. "Yang biasa?"
"Jangan. Yang sedang tren seperti apa?"
"Oh, gimana kalau undercut?" Tukang cukur berambut biru itu menyerahkan sebuah katalog pada Jimmi. Ia membuka sebuah foto laki-laki dengan potongan rambut yang tipis di kedua sisi, sementara bagian tengah rambutnya tetap dibiarkan panjang dan disisir rapi ke arah kiri.
"Boleh," jawab Jimmi. "Yang bagus, ya!"
"Oke. Tenang aja," ujar si tukang cukur dengan sedikit gemulai.
Helai demi helai rambut terjatuh. Si tukang cukur bekerja dengan cekatan. Barber shop ini memang memiliki reputasi yang bagus di daerah sini.
Ketika si tukang cukur selesai menyisir dan meminta Jimmi melihat hasilnya di cermin, Jimmi tersenyum cerah.
"Gak jelek," gumamnya.
"Ini sempurna, tahu? Lihat, kegantenganmu bertambah!"
Jimmi tertawa mendengar ucapan si tukang cukur. Ganteng atau tidak, rasanya ia tidak peduli. Ia hanya ingin sesuatu yang baru di dirinya.
Setelah membayar, Jimmi melangkah keluar dari barber shop itu. Kepalanya agak ringan sekarang. Sepertinya ia mulai bisa berpikir jernih. Ia pun memutuskan untuk pulang. Biasanya, ia akan segera pamer rambut baru pada M. Namun, kali ini ia harus menunggu sampai besok untuk melakukannya.
§§§
"Hei, Jagoan! Mau ikut wajib militer?" ledek sebuah suara.
Jimmi tersenyum. Ia menoleh dan mendapati sahabatnya telah berdiri di samping kursinya.
"Kalau itu bisa menyembuhkan patah hati, aku, sih, mau saja," jawab Jimmi. Dibukanya tas dan dikeluarkannya bolpen dan buku tulis.