Sejak kejadian tembus itu, Amy sungguh menghindari Jimmi sebisa mungkin. Kadang memang ia terpaksa harus berhadapan dengan cowok itu dan bisa mengatur perasaannya dengan baik. Namun, ada sisi lain Amy yang terkadang tidak bisa menerima keadaan itu. Sisi yang mengajaknya untuk terus menjauh dari Jimmi.
Kadang, Amy ingin lepas dari perasaan-perasaannya. Ia ingin tidak peduli dengan ucapan Jimmi yang menyatakan perasaannya di restoran atau kata-kata cowok itu di siaran Pamer Bakat. Bahkan kata-kata Iren dan orang-orang yang membicarakannya di belakang.
Dulu ia tidak pernah peduli dengan omongan orang, tapi sekarang entah bagaimana ia malah terlalu peduli dengan semua itu. Membuat kepalanya terkadang mau pecah.
"Hei, kau kenapa?" tanya M ketika melihat adiknya memukul kepalanya sendiri dengan bantal berkali-kali.
"Oh, aku hanya pusing." Amy melempar bantalnya sembarang.
"Pusing kenapa? Ayah, kan, gak marah soal perbuatanmu pada Iren." M memungut bantal yang mendarat di depan lemari baju dan meletakkannya kembali ke kasur.
"Eh, tunggu! Selain itu, apalagi yang kakak ceritakan pada ayah?" tanya Amy dengan tatapan menyelidik.
M tampak berpikir, ia mengelus kepalanya dan berkata, "Apalagi, ya...?"
"Apa?"
"Oh, anu... keluarga Larry ingin berbicara dengan ayah. Itu saja sepertinya," gumam M.
"Terus tadi ayah pergi kemana?"
"Ke rumah Larry. Ayah dan Ibu Jimmi mau membicarakan hal penting katanya."
"Oh," ucap Amy. Ia ingat kalau dulu Mrs. Larry pernah menanyakan kapan Jerome pulang. "Kira-kira mereka mau ngomongin apa?"
"Entahlah...," kata M. Ia duduk di kursi belajar dan memilah-milah buku yang terpajang di deretan atas meja belajar Amy. "Mungkin... mau menjodohkanmu dengan Jimmi."
Sebuah guling melayang mengenai kepala M. Membuat buku yang tengah dipegangnya terjatuh dan berbunyi kencang.
"Kubilang, kan, mungkin."
"Dia kan sudah bilang kalau menganggapku sebagai adik sendiri. Jadi, tolong berhenti mengejek kami."
"Hah? Kapan?" M memungut buku yang terjatuh dan mulai membacanya.
"Semua murid juga dengar waktu kalian di Pamer Bakat." Bibir Amy sedikit maju mengatakannya.
"Oh, itu... sebenarnya aku yang suruh."
"Ha? Maksudnya apa?"
"Biar orang-orang berhenti merisakmu. Biar kau saja yang tahu gimana perasaan Jimmi sebenarnya. Kami kira itu jalan terbaik untuk melindungimu, Am."
Lidah Amy mendadak kelu. Tangannya lemas dan ia harus mengingatkan dirinya untuk bernapas. Sementara kupu-kupu melompat-lompat di perutnya.
"Kau... gak menganggap itu serius, kan?" tanya M. Diperhatikan wajah adiknya yang tidak berekspresi apapun. Bahkan Amy tidak merespon ketika M menjentikkan jari di depan matanya.