Sepulang latihan karate, Amy dan Weni mampir ke kantin untuk membeli air mineral. Amy menemukan Opheria dan Jimmi—lagi-lagi—tengah bercanda dan terlihat sangat akrab. Amy berhenti dan hendak memberi alasan untuk Weni agar ia tidak jadi ke kantin.
Akan tetapi, sebelum Amy sempat menemukan alasan yang bagus, Opheria memanggilnya.
"Amy!“
Dengan terpaksa gadis cepak yang masih memakai baju klubnya itu memberikan senyuman manis. Dalam hati Amy ingin membenci Opheria tetapi ia tahu gadis imut itu tidak bersalah apapun padanya.
"Hai, Jimm... dan...?“ Weni menghampiri dua orang itu bersama Amy.
"Namaku Opheria." Cewek sipit itu mengulurkan tangan yang langsung disambut ramah oleh Weni.
"Weni. Kalian sudah saling kenal?" Weni menunjuk Amy dan Opheria bergantian.
"Ya. Kami teman satu SMP." Opheria tersenyum memandang Amy. "Ya, ampun! Kau sudah sabuk biru?" Opheria berdiri dan menyentuh sabuk yang melilit pinggang Amy.
Weni sedikit membungkukkan badan. "Dia harusnya sudah naik tingkat. Tapi dia belum bisa mengontrol emosi," bisik Weni.
"Aku yakin sebentar lagi Amy akan ganti sabuk. Dia berbakat." Opheria mengedipkan mata.
Oh, ayolah! Ingin sekali Amy memutar bola mata. Hal seperti ini yang membuatnya tak boleh membenci Opheria.
"Aku juga yakin." Weni balas berkedip.
"Ayo, Kak Wen. Aku sudah sangat haus," ujar Amy yang menarik baju karate Weni.
"Kalau segitu hausnya, minum ini saja." Jimmi menyodorkan segelas limun. "Belum kuminum. Tanya saja pada Opheria kalau tidak percaya."
Amy menatap limun yang tampak menggoda dengan es batu yang bergoyang dan butiran-butiran air di permukaan luar gelasnya. Ia ingin sekali menolak, tetapi kali ini tenggorokannya benar-benar kering kerontang.
"Ah, aku lupa. Tadi sudah kuminum sedikit." Jimmi merebut gelas dari tangan Amy. "Maaf."
"Ish!!!" Kesal, Amy mengepalkan tangannya kuat-kuat.
Jimmi bersiap menerima pukulan atau jambakan Amy. Ini sebenarnya adalah saat-saat yang ia tunggu. Namun, alih-alih menganiayanya, Amy malah pergi menuju vending machine dan membeli air mineral.
"Kau gak seharusnya bikin dia kesal, Jimm," ucap Weni dengan gelengan kepala.
"Aku beneran lupa, Wen." Jimmi mengangkat bahu dan melihat Amy berjalan menjauhi kantin.
"Kau harus minta maaf padanya." Weni bergegas menyusul Amy, meninggalkan Jimmi dan Opheria yang melanjutkan pembicaraannya.
"Amy!"
Amy berhenti dan baru menyadari kalau ia membawa serta minuman Weni. Ia berbalik menghampiri pacar kakaknya.
"Ah, maaf, ya, Kak. Ini minumnya."
Weni menggeleng pelan. "Tak apa. Kau pasti kesal sekali, ya."
Amy mengangguk. Sebenarnya bukan kesal karena Jimmi telah meminum limun itu duluan tetapi karena cowok itu berduaan dengan Opheria. Ia bahkan tidak sanggup untuk menyentuh Jimmi saking kesalnya.
"Kak...."