He Is Not My Brother

Keita Puspa
Chapter #39

Holiday

Libur semester telah tiba. Dengan berakhirnya pergelaran seni yang diadakan di SMA Nuri, maka seluruh siswa SMA Elang telah bebas dari jeratan kurikulum pelajaran selama dua pekan. 

Tentu saja para murid itu senang. Mereka bisa bermalasan, liburan, dan melakukan hal-hal yang mereka inginkan. Tak terkecuali Amy dan M. Mereka menghabiskan waktu bersama ayah mereka yang sebentar lagi akan kembali pergi. 

"Beberapa hari ini Jimmi gak kelihatan, ya?" tanya Amy pada kakaknya yang sedang mengenakan sepatu di depan kamarnya. 

"Kenapa? Kau kangen?" tanya M di sela keasikannya menyimpulkan tali sepatu. 

"Gak juga, tuh." Amy duduk di kursi kemudian menengok ke arah kamar ayahnya, menunggu si empunya kamar keluar. 

"Dia sedang berlibur dengan keluarganya," ucap M. Cowok itu telah selesai menyimpulkan tali sepatunya dan berdiri. "Gak pake topi?" 

"Ini!" Amy mengacungkan sebuah topi snapback berwarna putih dengan bordiran huruf A besar di depan. 

"Baseball cap army-mu kemana?“ M menghampiri adiknya kemudian merebahkan diri di kursi yang panjang. Ia tahu biasanya Amy akan memakai topi army itu jika akan kemana-mana karena topi itu favoritnya. 

"Oh—itu... sudah kukasih pada seseorang," jawab Amy sedikit gugup. 

"Ha?" M mengerutkan kening, tak percaya jika Amy merelakan topi kesayangannya untuk orang lain. "Untuk siapa?" tanya M begitu penasaran. Pikirnya, pasti orang itu spesial bagi Amy. 

"Ada deh...." Amy membuang muka. Cepat atau lambat kakaknya pasti tahu, tetapi Amy tidak mau mengatakannya sekarang. 

"Kalian sudah siap?“ Jerome muncul dengan sebuah tas panjang besar. Di tangannya beberapa alat pancing terlihat mencuat panjang. Jerome menyerahkan pancingan pada anak-anaknya masing-masing satu. 

"Ayo, kita berangkat memancing!“ seru M riang. 


§§§


Sebuah tangisan kencang terdengar menggema. Seorang anak lelaki berumur sepuluh tahun menghampiri suara itu. Ia mendapati seorang anak perempuan tengah memeluk lututnya dengan sepeda terguling di sekitar. 

"Hei, kau terjatuh?“ tanya si anak lelaki. 

Yang ditanya sama sekali tidak berhenti menangis. Hanya melihat si anak lelaki sekilas kemudian melihat lututnya. 

"Sini, biar kulihat!“ Dengan hati-hati, si anak lelaki menyingkirkan tangan si anak perempuan yang menutupi lutut kirinya. Ada luka yang menggores kulit sehingga kulit ari si anak perempuan sobek dan dagingnya terlihat merah. "Tidak apa," kata si anak lelaki. "Ini akan cepat sembuh." Ditiupnya luka itu pelan. 

Tangisan si anak perempuan pun berhenti. "Terima kasih," ucapnya kemudian menerima uluran tangan si anak lelaki yang membantunya berdiri. 

Si anak lelaki tersenyum lalu mengambil sepeda biru yang terguling. Ia menyerahkan sepeda itu pada pemiliknya. "Lain kali kau harus lebih hati-hati."

"Baik, Jimm." Si anak perempuan tersenyum kemudian berlalu dengan sepedanya.

Lihat selengkapnya