Hingga tengah semester, Amy terus belajar bersama M dan Jimmi tiga kali dalam seminggu. Harusnya empat kali. Namun, karena jadwal belajar hari kamis bersamaan dengan klub karate maka Amy memutuskan untuk tidak belajar bersama dan memilih tidur lebih awal. Pernah ia memaksakan diri untuk ikut belajar bersama tetapi esoknya ia terlambat bangun dan menyebabkan pekerjaan rumah kacau dan M mengomelinya.
Sepanjang belajar bersama itu, Amy mendapatkan keuntungan ganda. Pertama, ia bisa menanyakan hal yang kurang ia pahami pada dua sahabat itu. Kedua, Amy mempelajari hal yang belum diajarkan di sekolah. Sekarang ia lebih senang dengan ilmu eksak dibandingkan sebelumnya.
"Malam minggu ini kita istirahat dulu. Bagaimana kalau kita nonton?“ usul Jimmi sepulang sekolah di hari jumat.
"Ha? Aku banyak tugas. Ayolah, kita belajar... ya?“ Amy melirik Jimmi kemudian memasang wajah memelas pada M, berharap kakaknya juga mau belajar bersama.
"Aku juga bosan belajar terus. Oh, iya... film Kupu-Kupu Ninja baru rilis, kan?“ tanya M pada Jimmi. Ia menghiraukan adiknya yang berusaha membujuknya untuk memilih belajar.
"Iya. Kita nonton itu?“
"Boleh."
"Ah, kalian ini. Ujian, kan, makin dekat. Kenapa malah santai begitu?“ Amy memberengutkan wajahnya.
"Hei, kau bisa mengerjakan tugas di hari minggu, kan?" M merangkul bahu adiknya. "Kita harus menjaga kewarasan. Jangan sampai stres karena belajar. Itu gak bagus," kata M di dekat telinga adiknya.
"Sepertinya dia memang butuh hiburan," gumam Jimmi. "Ini adalah salah satu rahasia kami agar tetap santai. Ketika kau mulai jenuh, berikan kesempatan kepada dirimu untuk bebas sejenak." Jimmi ikut merangkul Amy dengan satu tangan lain bergerak melengkung di depan Amy.
"Gimana?" tanya M dengan mata berkedip genit.
Amy terdiam sejenak. Memang sudah lama sekali ia tidak jalan-jalan ke kota. Ia hanya ke kota untuk berbelanja tanpa sempat melakukan hal-hal menyenangkan yang biasa ia lakukan dulu. Terakhir, hal menyenangkan yang dilakukannya adalah ketika pergi ke toko buku untuk mencari buku sains yang Jimmi rekomendasikan.
"Kalian bertiga sedang merencanakan apa?" Zack muncul dengan sepeda hitamnya yang baru-baru ini ia gunakan ke sekolah.
"Apa kita harus memberitahunya?" tanya Jimmi pada M dan Amy.
"Tidak perlu," jawab Amy. M hanya menggeleng.
"Ck! Kalian sok elit banget," ujar Zack sedikit kesal.
"Kalau tiga bersaudara itu sudah kompak, kita tidak akan bisa mengganggu mereka, Zack!" seru Jason yang datang berlari menghampiri Zack.
Zack memencet tombol jam tangannya dan melihat angka berapa yang muncul. "Kau masih belum cepat, Jason! Ayo, lari lagi."
"Aku duluan, ya, Kak M, Kak Jimmi, Amy," ucap Jason sebelum ia kembali berlari.
"Jangan terlalu keras padanya, Zack." M melihat punggung Jason yang terus menjauh.
"Dia hanya butuh latihan agar terbiasa. Aku yakin bisa membawa tim basket juara lagi tanpa kalian. Aku hanya butuh Jason yang bergerak lebih cepat," ujar Zack.
"Kalau begitu, temani dia lari. Jangan naik sepeda sementara dia kau suruh lari!" Jimmi memukul bahu kanan Zack.
Anak kepala desa itu tersenyum kecil. Digaruknya tengkuk yang tiba-tiba gatal. "Hari ini sepatuku sempit. Aku tidak bisa berlari dengan sepatu ini."
"Alasan!" cibir Amy.
Zack hanya nyengir tanpa membantah. "Kalian terlihat seperti saudara betulan kalau akur begitu," Zack melirik tangan Jimmi yang masih merangkul Amy.
Jimmi yang baru menyadari hal itu buru-buru melepas tangan dari bahu Amy. "Memang kenapa?“ tanya Jimmi pura-pura gak tau maksud Zack.
"Hati-hati, Jimm... kau gak akan bisa menikahi saudaramu sendiri," ujar Zack dengan senyuman usil. Segera ia mengayuh sepedanya untuk menyusul Jason setelah menyelesaikan kata-katanya.
Jimmi mengepalkan tangan dan meninju udara. Inginnya ia memukul Zack tetapi cowok itu telah pergi bersama sepeda hitamnya.
"Kenapa kau?" tanya Amy melihat tingkah Jimmi.
"Zack benar. Kita tidak bisa menikahi saudara kita sendiri. Ya, kan, Am?" M melirik adiknya.
"Tentu saja. Orang waras mana yang mau incest?"
"Aku bukan saudara kalian!“ seru Jimmi.
"Kalau begitu kau bisa menikahi M," ujar Amy kemudian melenggang pergi.
M cekikikan mendengar ucapan adiknya yang kini rambutnya telah lebih panjang itu.