He Is Not My Brother

Keita Puspa
Chapter #47

Ice Cream

Amy pulang dengan kaki cedera hari itu. Semua terjadi karena kecerobohannya yang melalaikan pemanasan sebelum latihan karate. Kali itu ia terjatuh setelah latih tanding bersama kakak tingkat karatenya. 

"Kau kenapa?“ tanya M yang buru-buru menghampiri adiknya yang tengah Jimmi gendong di punggung berjalan di halaman. 

"Hanya cedera ringan. Tidak perlu khawatir," ucap Amy. 

"Kau benar tidak apa-apa?“

Jimmi menurunkan Amy di kursi dan meluruskan kaki gadis itu. Segera ia menyibak celana putih Amy dan melihat keadaan betisnya. 

"Ya, aku baik saja, M. Ini paling hanya terkilir," kata Amy sambil melihat betisnya. 

"Yang kutanyai Jimmi, bukan kau. Apa kau baik saja setelah menggendong Amy sejauh itu?“ tanya M. "Pasti berat, kan?"

"Ish... mengesalkan!“ 

"Marsh...." Jimmi tahu kalau M sedang menggoda adiknya. 

"Nah, kan, kalau dari dulu kalian jadian, tugasku lebih ringan. Lihat, seperti sekarang. Aku ga perlu menggendongmu dari sekolah karena ada pacarmu yang akan melakukannya." M memeriksa kaki adiknya dan mulai memencet-mencet perlahan hingga Amy berteriak pertanda di situlah letak kaki yang cedera. "Dia berat, kan?“ tanya M lagi pada Jimmi. 

"Lumayan," jawab Jimmi. 

"Jimm!“ protes Amy. 

"Seberat apapun akan kugendong kalau itu kau." Jimmi nyengir, membuat M mual mendengar gombalan murahannya. Yang digombali hanya memutar bola mata. 

"Sepertinya gak parah," gumam M setelah memeriksa kaki Amy. 

"Memang. Kan, tadi sudah kubilang," ujar Amy cepat. 

"Terus kenapa digendong? Dipapah aja masih bisa jalan, kok, ini."

"Mmm...." Amy tidak tahu harus mengatakan apa. Ia berusaha merangkai kata tetapi kamus di otaknya tiba-tiba kosong melompong. 

"Yaaa, kau tahulah... biar ada kenangan romantis," ucap Jimmi yang baru saja kembali dari mengambil kotak P3K. 

"Wah, kalian pikir aku bakal iri dengan gaya pacaran kalian?“ M meletakkan tangannya di dahi. "Ck! Ngeselin."

Jimmi dan Amy menertawakan M. Rasanya menyenangkan berhasil membuat manusia bijak satu itu kesal. 

"Am, temanmu datang," ujar M yang seketika menghentikan tawa Jimmi dan Amy. 

"Hei, kakimu kenapa?“ Val langsung masuk begitu melihat betis Amy ditempeli plester hangat. 

"Tidak apa. Paling hanya cedera otot ringan." Amy menegakkan badannya dan bersandar di kursi. "Hai, Sif, Lew!“

"Sebenarnya kami datang untuk mengajakmu main, tapi kakimu malah cedera," ungkap Sifa dengan bibir mengerucut. 

"Benar. Sayang sekali." Lewis menarik napas. "Val bilang mau traktir kita es krim di kedai yang baru buka dekat balai desa." Lewis menggeleng kecewa. 

"Ah, maafkan aku," sesal Amy. Padahal ia juga ingin mencicipi es krim yang sedang terkenal itu. "Aku juga mau itu."

"Kalian mau es krim?“ Jimmi berdiri. "Tunggu di sini. Biar kubelikan." Cowok itu keluar dan berlalu tanpa berkata apapun lagi. 

"Dia serius mau beli es krim?“ tanya Sifa tak percaya. "Gimana caranya?“

Amy mengangkat bahu. Ia juga tidak tahu bagaimana caranya nanti Jimmi membawa es krim ke rumahnya sebelum meleleh. Ditambah kalau cowok itu beli banyak. Pasti repot. 

"Dia pasti balik dengan es krim. Kita tunggu saja," ucap M. "Kalian kenapa berdiri saja? Anggap rumah sendiri." M berlalu ke dapur. 

"Pantesan, ya, betah di rumah. Kak Jimmi sering ke sini, sih!" ujar Val. 

Lihat selengkapnya