He Is Not My Brother

Keita Puspa
Chapter #49

See Ya'

Setelah Amy membawa koper dan barang-barangnya ke rumah Larry, cewek itu ikut bersama M dan Jimmi untuk ke bandara di kota sebelah. Dua sahabat itu akan segera berangkat meninggalkan kota ini untuk melanjutkan studi. 

M dan Jimmi masing-masing membawa sebuah koper. Perasaan mereka galau. Kedua cowok keren itu senang sekaligus sedih. Senang karena apa yang mereka inginkan akhirnya lebih dekat. Sedih karena orang yang mereka sayangi akan berada jauh dari pengawasan. 

Di halte, tanpa diduga telah banyak wajah yang menunggu mereka. Zack, Lewis, Olie, Val, Sifa, dan Jason. Anak-anak itu menunggu kehadiran tiga remaja yang kini baru sampai di sana. 

"Kalian mau kemana?" tanya Jimmi setelah mengadukan kepalan tangan pada semua cowok yang ada di sana. 

"Mengantarmu dan M," jawab Olie seraya menunjukkan beberapa tiket bus. "Kalian tidak usah beli tiket lagi. Sudah ada di sini."

Jimmi mengangguk. Ia meletakkan koper dan duduk di samping Amy. "Hei, Jason!“

Jason yang tengah mengobrol dengan Zack buru-buru menghampiri Jimmi. "Ada apa, Kak?"

"Selama aku pergi, jangan dekati pacarku!“ Jimmi merangkul Amy. 

"Memang pacar Kak Jimmi yang mana?“ tanya Jason polos. 

"Ini!“ Jimmi mengelus kepala Amy kemudian menariknya ke bahu. 

Wajah Jason terlihat pucat. "Se-serius?“ katanya berpegangan pada tiang halte. Tiba-tiba tubuh Jason lemas. 

"Sudah kuduga kau belum tahu, makanya kukasih tahu."

"Apa itu benar, Am?" tanya Jason pada Amy. 

Amy melepaskan tangan Jimmi dari kepalanya kemudian menegakkan badan dan mengangguk. 

"Ah!“ Jason memegangi dadanya yang terasa nyeri. "Hatiku sakit," katanya. 

"Heh, masih banyak cewek di sekolah." Zack menepuk bahu Jason pelan. "Nanti kuajari cara mendapatkan salah satuya."

"Oh, itu busnya! Ayo, naik!" seru Lewis membuat semua anak remaja itu menoleh ke arah datangnya bus. 

Mereka mulai menaiki bus dan duduk dengan teratur. Jimmi menarik Amy untuk duduk bersamanya. Jika tidak, Amy sudah pasti akan duduk bersama M. Kali ini saja, Jimmi ingin Amy untuk lebih memilihnya daripada kakaknya sendiri. 

"Kau gak akan suka sama cowok lain selama aku tidak ada, kan?“ tanya Jimmi. Ia memandang Amy dan menggenggam erat jemari pacarnya. 

"Kau tidak percaya padaku?“ tanya Amy balas menatap Jimmi. 

"Jawab saja, biar hatiku tenang."

Amy tersenyum. "Siapa pun cowok itu, dia akan kalah dengan seorang cowok yang telah kukenal seumur hidup. Mereka telah kalah dari awal karena kau telah mencuri start."

Jimmi tersenyum dan tertawa di saat bersamaan. "Mencuri start?“

"Ya. Kau bahkan sudah ada di sana, menungguku sebelum aku lahir."

Jimmi mendongak dan mendapati Anne melayang dengan senyuman. Rupanya Anne ikut mengantar M pergi. "Dia benar, Jimm. Dibandingkan M, kau selalu ingin kugendong dan mengelus perutku ketika aku mengandung Amy."

"Begitu, ya?“ gumam Jimmi. 

"Bagaimana denganmu? Apa kau yakin tidak akan tebar pesona pada gadis-gadis kota?“ tanya Amy. 

"Sudah kubilang, kau tidak akan kehilanganku kalau kau tidak menghilangkan aku dari hidupmu."

"Jawab saja, biar hatiku tenang," ucap Amy persis seperti yang Jimmi katakan sebelumnya. 

"Aku tidak akan mendekati cewek lain. Percayalah. Hanya kau yang akan selalu di hatiku," jawab Jimmi dengan serius. Ia menatap dalam mata Amy, membuat adik sahabatnya itu merona merah. 

"Cieeee...!!!“ 

Tiba-tiba saja seluruh bus nyaring. Bahkan, yang tidak mengenal Amy dan Jimmi pun ikut bersuara. 

Amy menarik cap topinya hingga menutupi wajah. Malu sekali rasanya dengan seisi bus. Sekilas ia melirik Jimmi yang juga menjadi salah tingkah. 

"Am...," ucap Jimmi ketika keadaan sudah kembali tenang. "Kau suka kamarku, kan?“

"He?“ Amy memang pernah bilang kalau kamar Jimmi bagus dan ia menyukainya tetapi kenapa tiba-tiba ia menanyakan hal itu. 

"Aku tidak mengubah kamarku. Kau boleh memindahkan barangku jika kau tidak suka."

Lihat selengkapnya