Anjani melihat rumah di depannya dengan pandangan suram. Ia menghela nafas. Kini dan seterusnya, Anjani akan tinggal di rumah ini.
"Biar aku bawakan tasnya." Anjani menoleh, menatap laki-laki yang mengambil tas dari tangannya itu. Ia bergeming, enggan menjawab. Dilihatnya laki-laki itu masuk ke dalam rumah dengan menenteng dua buah koper dan satu tas berukuran cukup besar dengan susah payah.
Laki-laki itu adalah Arfan. Orang yang diminta ayahnya untuk dinikahkan dengannya. Anjani bahkan masih mengingat kejadian itu. Tepatnya satu bulan yang lalu. Ia dan Arfan menikah di rumah sakit atas permintaan sang ayah.
Lepas Arfan mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas. Ayah Anjani, satu-satunya orang yang ia punya di dunia ini telah berpulang ke rahmatullah. Meninggalkannya seorang diri dengan begitu kejam.
Dan pada akhirnya terdampar di rumah lelaki yang bahkan tidak pernah ia cintai secuil pun.
Memutuskan untuk menyusul Arfan yang sudah masuk terlebih dahulu. Anjani berjalan masuk ke dalam rumah yang sangat asri itu. Bangunannya terbuah dari kayu jati yang sangat kokoh. Dan banyak pernak-pernik antik di dalamnya. Suasana halaman yang banyak tumbuh bunga-bunga juga menambah keindahan rumah ini. Membuat siapapun pasti betah tinggal di sini.
"Silahkan beristirahat Anjani. Kamu pasti lelah setelah melakukan perjalanan." Anjani melihat kamar yang telah dibersihkan oleh Arfan. Ia melihat dua buah koper di sana. Satu koper miliknya dan satu koper milik Arfan.
"Kamarku dimana?" Tanya Anjani sarkas. Dan itu membuat Arfan menyadari maksud perkataan Anjani. Kalau gadis itu tidak ingin satu kamar dengan Arfan.
"Ehm... aku akan tidur di kamar belakang. Silahkan istirahat!" Arfan mengambil koper yang telah ia letakkan dengan sengaja di dalam kamar miliknya itu. Ia keluar dari kamar membawa serta koper miliknya. Tepat Arfan berada di luar kamar. Anjani menutup pintu. Menimbulkan suara yang begitu keras. Hingga Arfan kaget dan menepuk-nepuk dadanya.
"Hhh..." Arfan menghela nafas. Ia telah terusir dari kamarnya sendiri bahkan oleh istrinya sendiri. Seumur hidup, ia tidak pernah diperlakukan seperti ini.
Rumah peninggalan kedua orang tuanya yang cukup lebar mendadak menjadi sempit di mata Arfan. Ia merasa tidak akan mudah untuk hidup bersama Anjani mulai ke depannya.
Ia menggeret kopernya menuju ruangan belakang. Salah satu kamar yang tidak pernah dihuni. Terletak di dekat pintu dapur. Persis di samping ruang keluarga.
Arfan menatap ruangan di hadapannya. Cukup berdebu dan sangat kotor. Maklumlah kamar itu tidak pernah ia tempati sebelumnya. Dan kali ini ia harus membersihkannya untuk tidur dengan nyaman.
Arfan memulai dari menyingkirkan barang-barang yang tidak terpakai. Kemudian menurunkan tempat tidur yang menggulung di atas sebuah meja yang cukup besar. Sembari memberasihkan beberapa debu yang melekat di lantai serta jendela dan beberapa benda yang lain. Arfan menata kamarnya. Menyusunnya agar simetris dan layak untuk ditempati.
"Sempurna," ucapnya menepukkan kedua belah tangan. Ruangannya sudah cukup bersih untuk ditempati. Kini Arfan membereskan perlengkapan bersih-bersihnya dan mulai membersihkan diri.
Menempati kamarnya yang nyaman dan terlelap karena lelah yang mendera tubuh.
***
Arfan terbangun tepat saat adzan maghrib berkumandang. Ia bangkit dari tempat tidurnya dan menunaikan kewajibannya sebagai umat islam. Shalat dan berdoa, semoga pernikahannya berjalan dengan baik hingga akhir hayat.
Arfan keluar dari kamarnya. Sejenak ia melihat ke sekeliling ruangan. Suasana sangat gelap sekali. Lampu di seluruh ruangan belum ada yang dihidupkan. Arfan melihat ke arah kamar Anjani. Dari celah-celah pintu kamarnya tampak gelap. Itu artinya Anjani mungkin masih tertidur dan lupa menghidupkan lampu.