"Pelajaran untuk hari ini kita cukupkan sampai di sini ya anak-anak! Saya beri waktu kalian sampai dua minggu untuk menyelesaikan tugas lukisan. Yang hasilnya paling bagus akan dipamerkan saat acara ulang tahun sekolah dan tentu saja ada hadiahnya juga. Jadi semangat untuk terus berkarya ... selamat siang!" Pak Teguh mengakhiri sesi kelas mata pelajaran seni rupa, lalu melangkah keluar.
"Siang, Pak!" seru kami bersamaan.
"Eh gimana tadi?" tanya Gea ketika aku tengah memasukkan buku ke tas.
"Ya biasa ... ibu marah-marah lagi tadi." Aku menjawab seadanya.
"Bukan itu dodol, Naren ... tadi katanya kamu ketemu dia lagi di ruang BK? terus gimana? Apa ada perkembangan dalam pendekatan kamu ke dia?"
"Sst ... jangan kenceng-kenceng nanti Fany denger. Aku ceritanya nanti aja di rumah." Aku menjawab dengan nada sangat pelan karena Fany masih berada di belakang kami.
"Ck ... aku penasaran tahu."
"Eh ... tadi aku ketemu Davin."
Ucapanku membuat Gea yang tadinya sudah malas bertanya, kembali memfokuskan perhatian.
"Terus ... terus?" Gea terdengar antusias.
"Kalian serius banget, sih, pada ngomongin apa?" Syifa ikut menyambung obrolan kami. Rupanya gadis itu dari tadi memperhatikan tingkahku dan Gea yang terus berbisik-bisik.
"Ini ... si Ara katanya tadi ketemu Davin." Gea menjelaskan sambil memutar arah pandangnya menghadap Syifa, dikuti aku yang juga memutar posisi duduk.
"Kamu belum kapok juga, Ra? Setelah yang dia lakukan kemarin di depan kamu?" Fany menatap aku tak percaya. Dia terlihat kesal saat menanyakan itu karena mengira aku masih bersikap bodoh seperti biasa.
"Ck ... nggak gitu, Fan, justru tadi aku melakukan semua saran Gea untuk bersikap nggak peduli saat ketemu dia."
"Bagus ... bagus." Fany mengacungkan jempolnya padaku dengan tatapan bangga.
"Akhirnya kamu mendengar saran dari aku. Jadi beneran, nih, kamu mau melakukan misi yang kemarin kita bahas di-"
Kalimat Gea terputus karena aku langsung membekap mulutnya. "Udah ya ... berhenti bicara dan mari kita ke kantin!" ujarku sambil membawa Gea bangkit dari duduknya tanpa melepas bekapan tangan dari mulut gadis itu.
"Kalian berdua pada kenapa? Ada yang disembunyikan dari kita, ya?" Syifa dan Fany menatap aku dan Gea curiga. Aku terpaksa memutar arah pandang ke mereka lagi.
"Enggak kok ... aku cuman mau Gea berhenti bahas Davin aja, yuk, ah, ke kantin." Setelahnya aku langsung berjalan sambil menarik Gea keluar kelas lebih dulu.
"Ck ... udah aku bilang jaga rahasia ini dari Fany dan Syifa, dasar ember bocor," ketus ku pada Gea ketika kami sudah berada di luar kelas.
"Iya ... iya sorry, jadi gimana tadi? Kamu beneran cuekin Davin?" Gea mengulang pertanyaan, seolah belum puas dengan jawabanku saat di kelas.