He Was My Last Love

Nur Muslimah
Chapter #9

Bertemu Dia Lagi

 "Selesai!" Wanita cantik dengan rambut pirang di belalang ku mengatakan kalimat tersebut dengan senyum puas. Apa lagi kala dia melihat aku yang terpukau dengan pantulan diri sendiri di dalam kaca.

Aku pun bangkit dengan perasaan tak menentu, sambil mendekatkan wajah pada cermin untuk memastikan bahwa bayangan di depan sana benar sosokku atau bukan. Pasalnya, gadis cupu dengan tubuh pendek dan sedikit berisi yang beberapa jam lalu membuat aku selalu merasa tak percaya diri, kini sudah menjelma menjadi gadis yang sangat berbeda. 

Tak ada lagi kacamata hitam klasik, rambut bergelombang sepunggung pun kini sudah berganti menjadi rambut lurus dengan potongan segi panjang. Bibir tipis ku sudah diberi lip cream berwarna peach glossy. Hanya satu yang masih sama, yaitu poni, karena Aku menolak merubahnya. Sebab selama ini poni itu berfungsi untuk menutupi jidat ku yang selebar lapangan bola.

Tak peduli bahwa saat ini gaya rambut dengan poni samping yang tengah tren, aku tetap akan mempertahankan poni ku ini. Gea bahkan sampai kesal dan mengatai aku terus-menerus. Tapi lihat saja nanti, poni yang dia tertawakan ini suatu hari pasti akan jadi tren lagi, batinku.

"Wah ... gila sih, Ra, kamu bener-bener cantik banget! Aku bisa pastikan kali ini Davin nggak akan bisa menolak pesona kamu," ujar Gea dengan senyum puas sambil mengamati penampilanku dari dekat dan sesekali memutar tubuhku.

"Aku bilang juga apa, kamu itu cantik, Ra, cuman selama ini kurang percaya diri dan pemalu aja." Fany menimpali dengan nada bangga. Dia pun tampak sangat puas dengan perubahan penampilan sahabatnya ini.

"Dasarnya warna kulit Ara kan kuning langsat, jadi menurut Mbak dia pake baju apa aja cantik. Bener kata Fany, kamu cuman kurang percaya diri. Jadi cobalah mulai sekarang berhenti merasa bahwa kamu jelek. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing." Saudara sepupu Fany yang tadi menangani aku ikut menambahkan dengan bijak.

Aku mengangguk setuju dengan ucapannya, senyum terima kasih pun aku berikan pada wanita berwajah oriental tersebut, karena kalimat penghiburan itu sedikit menyentuh hatiku hingga rasanya aku ingin menangis. Andai dari dulu ada satu saja orang yang mengatakan kalimat tadi padaku, mungkin aku akan menjadi orang yang lebih menghargai diriku sendiri.

Dia benar, setiap anak terlahir dengan kelebihan masing-masing. Bukan tanpa alasan mengapa aku menjadi sosok yang pemalu dan tidak percaya diri. Dulu ketika duduk di bangku sekolah menengah, aku sering mengalami bullying verbal. Teman-temanku sering membicarakan aku di belakang dan mengatakan bahwa aku ini sosok yang bodoh dan sedikit lambat dalam mencerna penjelasan orang. Memang benar bahwa aku berbeda dan bahkan tak bisa dalam beberapa mata pelajaran, tapi kelak aku ingin membuktikan pada mereka yang dulu meremehkan aku, bahwa aku memiliki kelebihanku sendiri. Kelebihan yang tak bisa semua orang miliki.

Lihat selengkapnya