Pagi itu Jeje terbangun lebih pagi daripada biasanya. Dia semangat menjalani hari dan memulainya dengan sarapan pagi bersama papa dan adik bungsunya, Ahmad Hamdi Jalaludin yang memiliki panggilan kecil Didi.
Meja makan sudah disiapkan sarapan nasi goreng telur ceplok setengah matang khusus untuk dirinya dan telur dadar khusus untuk Didi. Sementara piring papa nasi goreng ditaburi ikan teri yang sangat gurih dan aromanya mengganggu hidung Didi.
"Pah, yang bener aja nasi goreng pakai ikan teri?" tegur Didi.
"Ya emang bener. Bener wueeenaak! Heheheh" celetuk papa
"Nggak usah sewot. Makan aja tuh sarapan lo!" sambar Jeje. Didi menghentikan suapannya. Meraih gelas yang berisi air putih lalu meneguknya cepat. Lelaki berambut hitam lurus itu melangkah pergi dengan tas hitam di pundaknya.
"NGGAK SALIM LO?!" teriak Jeje. Didi pun kembali lalu meraih tangan papa dan mengecupkan tangan besar itu ke dahinya.
"Assalamualaikum." Didi berlalu dengan mobil Jazz hitamnya.
Papa tetap tersenyum menatap Jeje. Suasana kembali canggung. Jeje bingung memulai pembicaraan.
"Gimana sepak bola?" Papa buka suara.
"Masih gitu-gitu aja, Pah." Jeje menjawab dengan lesu.
"Hah? Nilai harian kamu gimana?" Mata sipit papa mulai melebar.
"Bagus kok, Jeje belajar bareng Titi." Jeje menyuapkan sendok penuh nasi ke dalam mulutnya.
"Bener belajar? Bukan pacaran 'kan?" Dengan ucapan papa membuat Jeje tersedak. Tangannya segera meraih gelas bening itu lalu meneguknya segera.
"Titi nggak mau, kok, sama Jeje. Nggak pernah masuk 5 besar, tim sepak bola kalah mulu. Jeje bukan level dia," jelas Jeje dengan wajah sendu. Papa membalas dengan tawa.
"Kok ketawa sih, Pah?" Jeje mulai mengerutkan dahi.
"Papa cuma iseng nanya, eh kamunya baper. Emang gitu ya anak jaman now?!" goda papa membuat Jeje semakin malu.
"Belajar yang bener, nilai nggak boleh turun, smester ini harus masuk 5 besar. Sepak bola juga harus bener. Harus menang kompetisi. Nggak usah mikir pacaran. Waktu kamu lebih banyak di luar,"
"Kasian tuh Didi, dia mulu yang jaga toko. Papa kasih kamu kesempatan, jadi kamu harus sungguh-sungguh. Kalau nggak, ya nggak usah tuh sepak bola segala."
Mendengar kalimat papa, membuat ingatan Jeje kembali ke masa lalu. Masa-masa bahagia saat bermain bersama Didi. Saat perjalanan menuju sekolah, Jeje melihat dua bocah yang sedang berebut mainan mobil tanker di sebuah warung sarapan pinggir jalan.
Ingatannya kembali ke masa itu. Tepat 14 Januari 2011. Papa dan mama dengan keluarga besar sibuk merancang acara pesta ulang tahun. Sementara Didi dan Jeje masih berlarian di taman belakang rumah. Bermain perang-perangan dengan mainan senapan panjang.
Jeje bersembunyi di rumah pohon. Didi terlihat ke sana ke mari mencarinya. Di sudut ruang berdiri lemari penuh miniatur robot, hewan, mobil dan lego. Di sana. Miniatur berwarna cokelat muda. Dinosaurus t-rex. Salah satu miniatur yang paling Didi sukai.
Jeje menyimpan mainan berukuran 20 cm itu di balik rompinya. Diam-diam dia menuruni anak tangga dan berlari menuju bengkel sepeda papa. Lalu menyimpan dinosaurus itu di salah satu lemari di bawah meja. Melihat Didi yang sudah hampir menyerah mencarinya di balik pohon, Jeje sengaja mengejutkannya.
"Dor..dor..!! Kamu kalaah!!" teriak Jeje. Didi pun melempar tubuhnya ke tanah. Dari kejauhan, mama memanggil mereka. Sudah waktunya berganti pakaian.
Lima belas menit lagi acara dimulai. Didi ingin merayakan hari spesialnya bersama dinosaurus kesayangannya. Tanpa sepengetahuan siapapun dia berlari menuju rumah pohon. Berselang beberapa waktu kemudian dia menangis sambil berjalan ke rumah. Mama dan papa kebingungan. Sementara Jeje yang melihat itu hanya menundukkan kepalanya. Didi tidak ingin merayakan ulang tahunnya hari itu sampai detik ini.