Chen Ai, Yun Xiang, dan Liu Nian memasuki lobi kantor PickUs bersama-sama. Penampilan mereka yang terlihat sempurna sebagai tim public relation perusahaan divisi make-up mengundang perhatian beberapa orang yang melewati lobi saat itu. Orang-orang itu saling bergunjing satu sama lain.
"Siapa web developer beruntung yang dapat bekerja sama dengan wanita-wanita cantik ini?"
"Pastinya web-developer yang sangat berbakat. Aku penasaran apa saja yang mereka lakukan di ruang tamu kantor."
Ada beberapa cuplikan-cuplikan kalimat lain yang terdengar di telinga wanita-wanita itu. Namun, karena itu bukanlah hal yang patut diurus, mereka pun terus berjalan menuju ruang tamu di ujung lantai satu yang sudah pernah mereka datangi kemarin lusa.
PickUs bukanlah perusahaan besar, tetapi mereka memiliki banyak web developer berbakat. Jadi, meskipun tidak ada ruang rapat khusus untuk berdiskusi dengan tamu dari perusahaan lain, berbincang di ruang tamu rupanya juga bukan pilihan buruk. Apalagi web developer yang diajak bekerja sama adalah pria muda yang merupakan orang unggulan PickUs, Zhao Nan. Segalanya seharusnya berjalan dengan lancar.
Hari itu, Chen Ai merasa ia menjalankan kewajibannya dengan sangat baik. Berkat bantuan catatan konsep yang sudah disusunnya kemarin, ia dapat berbicara dengan cukup lancar dan percaya diri di hadapan orang-orang di ruangan itu, termasuk Zhao Nan. Ia juga tidak menghindari kontak mata dengan pria itu dan bersikap profesional selayaknya tim public relation senior. Meskipun dadanya masih terasa sesak setiap ia dan Zhao Nan bertemu pandang, tetapi Chen Ai merasa ia telah melakukan hal yang tepat. Ia berhasil mengalahkan kegusarannya sendiri.
Saat jam makan siang tiba, pertemuan hari itu dijeda sejenak. Chen Ai keluar dari ruang tamu dan duduk di lobi, karena Yun Xiang dan Liu Nian juga duduk di lobi untuk menerima makanan yang diantarkan pacar mereka.
Chen Ai duduk sendirian di salah satu sofa di pinggir ruangan, lalu mengambil handphone dari tasnya dan mengecek WeChat. Ia awalnya hanya berniat melihat moment WeChat teman-temannya, tetapi ternyata ada pesan dari Luo Wang sehingga Chen Ai membuka pesan itu dulu.
Luo Wang: Chen Ai, apa hari ini kau baik-baik saja di sana? Maaf, nanti aku tidak bisa menjemputmu, ya. Aku ada pertemuan mendadak dengan klien dari perusahaan Pao Fou. Nanti kalau Yun Xiang dan Liu Nian tidak pulang bersamamu, kau naik bus metro saja. Jangan naik taksi sendirian, OK.
Chen Ai dengan cepat mengetikkan pesan balasan.
Chen Ai: Hari ini tidak terlalu buruk. Baiklah, nanti aku akan naik bus metro.
Chen Ai memasukkan handphone-nya kembali dan membuka kotak bekal yang ia bawa dari rumah. Ia hanya sempat menanak nasi dan memasak telur omelet tadi pagi. Chen Ai awalnya berniat mencari rumah makan dan membeli lauk tambahan, tetapi ia pun teringat bahwa rumah makan yang paling dekat dengan kantor PickUs berjarak satu kilometer lebih dari tempat itu. Sekali perjalanan memakan waktu sekitar lima belas menit. Chen Ai tidak yakin ia bisa kembali tepat waktu jika ia membeli makanan di rumah makan itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk melahap apa pun yang ada di kotak bekalnya, meskipun sebenarnya ia butuh makanan yang lebih berserat setelah banyak bicara seharian ini.
Chen Ai mengembuskan napas lelah. Yun Xiang dan Liu Nian sudah mempunyai pacar yang dapat membawakan makanan untuk mereka. Sebenarnya, ia juga mempunyai seorang pria yang selalu memperlakukannya bagaikan pacar, tetapi orang itu sedang tidak bisa datang sekarang dan bahkan tidak bisa menjemputnya nanti sore. Ya, sudahlah. Chen Ai tidak pernah benar-benar jatuh hati pada Luo Wang, jadi sepertinya tidak sopan jika ia terus-terusan meminta Luo Wang bertanggungjawab atas dirinya.
Chen Ai berdecak bosan. Saat itu juga, ia merasakan bahwa bibirnya ternyata sudah mengering. Ia mengambil botol minum kecil dan pelembab bibir dari tasnya. Namun, air di botolnya ternyata sudah habis. Chen Ai memandang ke sekeliling ruangan, mencoba mencari dispenser. Namun, pencariannya terganggu karena tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang.
"Dispensernya ada di sana."
Chen Ai langsung menoleh begitu mendengar suara itu. Zhao Nan menghampirinya sambil membawa secangkir kopi hangat yang sepertinya barusan diseduh. Kemudian, pria itu duduk di sofa empuk di seberang Chen Ai.
Sebentar. Omong-omong, dari mana pria itu tahu ia sedang mencari dispenser? Chen Ai melirik ke meja di hadapannya, lalu ke kursinya, lalu ke arah tangannya yang memegang botol kosong. Apakah hanya dengan melihat botol ini pria itu langsung mengetahui apa yang dipikirkan Chen Ai? Mengapa pria itu begitu mudah menebak isi pikiran Chen Ai? Apa pria itu pernah membedah isi otaknya saat mereka menjadi teman sekelas sembilan tahun lalu? Jika diingat-ingat, ada kemungkinan juga. Mereka sering belajar bersama dulu, jadi mungkin sudah saling memahami pola pikir masing-masing.