Chen Ai mengantar Zhao Nan sampai tiba di lobi BeLook. "Terima kasih untuk hari ini," ucap wanita itu sopan.
Angin musim panas yang berembus dari luar ruangan menerbangkan rambut selengan Chen Ai. Wanita itu merapikan rambut-rambut kecilnya yang tidak terkucir dan memasukkannya ke balik telinga.
Zhao Nan yang berdiri di hadapannya tersenyum dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang menarik dari Chen Ai. Jiwa usilnya mulai muncul dan ia menggoda Chen Ai. "Sama-sama. Tapi … terima kasih saja tidak cukup. Kau harus memberikan sesuatu yang 'nyata'," ujar Zhao Nan sambil menaik-naikkan sebelah alisnya.
Chen Ai mengernyitkan kening. "Sesuatu yang 'nyata' apa?" tanyanya ketus. Ia mengembuskan napas lelah.
Jawbannya tidak seru sekali. Zhao Nan agak kecewa. "Ah, sudah, sudah. Tidak usah dipikirkan. Aku hanya bercanda. Bye. Aku pulang dulu, ya," ucap pria itu cepat sambil melenggang ke arah jalan raya.
Chen Ai terdiam selama beberapa saat. Ia memandangi sosok Zhao Nan yang berjalan meninggalkannya. Tiba-tiba, wanita itu teringat sesuatu. Ia pun berjalan cepat untuk menyusul langkah Zhao Nan. "Zhao Nan, tunggu sebentar," cegatnya.
Zhao Nan menoleh, lalu memandang Chen Ai penasaran. Apakah ia berubah pikiran dan ingin membelikanku hadiah kecil untuk berterima kasih?
"Bolehkah aku meminta ID WeChat-mu? Jadi aku bisa langsung menghubungimu jika terjadi masalah baru mengenai website," sambung Chen Ai.
Zhao Nan menurunkan bahu lemas. Ia pikir apa, ternyata hanya hal kecil seperti itu. Namun, tiba-tiba ia mendapat ide dan langsung tersenyum lebar. "Begitu, ya? Mengapa kau tidak mencarinya sendiri di arsip kantor? Mereka pasti mempunyai data diriku karena aku partner perusahaan, kan?"
Chen Ai mendengkus. "Hanya ada nomor telepon di situ. Tidak praktis. Sekarang ini zaman revolusi industri keempat. Semua orang berkirim pesan pakai WeChat."
"Iya, iya. Tidak usah menggerutu begitu. Kau jadi tidak manis lagi," goda Zhao Nan sambil tertawa.
Chen Ai cemberut dan memukul lengan pria itu. "Tidak mau memberi ID, ya sudah. Tidak usah banyak omong kosong," ketusnya. Ia pun berbalik menuju lobi BeLook. Namun, tiba-tiba tangannya ditarik dalam satu gerakan cepat. Chen Ai tak sempat menjaga keseimbangan tubuh hingga akhirnya lengannya menabrak dada Zhao Nan.
Kejadian selanjutnya sama sekali tidak seperti bayangan Chen Ai berdasarkan drama-drama romantis yang ia tonton. Meskipun jarak antara wajahnya dan wajah Zhao Nan hanya dibatasi oleh udara selebar dua puluh senti, tetapi Zhao Nan sepertinya tidak bereaksi aneh sedikit pun. Pria itu langsung mengeluarkan handphone-nya di saku dan membuka aplikasi WeChat.
Chen Ai pun menegakkan tubuh dan mundur selangkah untuk menciptakan jarak normal dengan Zhao Nan. Ia melihat pria itu menyentuh banyak hal di handphone. Beberapa detik kemudian, Zhao Nan menyodorkan layar kode QR kepada Chen Ai.
Chen Ai menghela napas. Apakah aku meminta kode QR tadi? Ia berdecak pelan, lalu berkata, "Handphone-ku tertinggal di ruang kerja. Aku minta ID-mu saja."
Zhao Nan mencebik. "Ooo." Padahal ia berharap Chen Ai menyimpan kontaknya saat itu juga.
***
Chen Ai merebahkan diri di kasur setelah membersihkan diri sepulang kerja. Kemudian, ia meraih handphone-nya yang tergeletak di nakas di samping kasur. Ia membuka aplikasi WeChat dan menyentuh ikon 'tambah kontak'. Chen Ai mengetikkan ID WeChat Zhao Nan yang baru saja didapatkannya tadi siang. Begitu username Zhao Nan muncul di layar, Chen Ai langsung menyimpan kontaknya.