Nayla sedang duduk dan menatap layar komputer yang kosong, tidak ada banyak hal yang Nayla lakukan di kantor hari ini. Tidak ada jadwal meeting, semua tugas kantor sudah selesai, dan Nayla hanya duduk saja seharian. Ya.. sesekali Garin memanggilnya untuk membawakan beberapa hal. Sebenarnya suasana hati Nayla sedang tidak terlalu baik dan juga tidak terlalu buruk. Menampar Angga adalah hal yang membuat hati Nayla merasa lega, karena Ia bisa mengatakan rasa kecewanya melalui tamparan itu. Namun, kata Kesempatan yang Angga ucapkan dan sorot matanya yang penuh penyesalan membuat hati Nayla bingung, apakah dia harus memberikan kesempatan pada seseorang yang telah melukai hatinya dan mengecewakannya? apakah Nayla harus mendengarkan apa yang Angga ucapkan?
“Aarghhh..” ucap Nayla dan tanpa sadar Ia membenturkan dahinya ke meja.
Tidak lama kemudian, ponsel Nayla berdering. Sebuah telpon masuk dari.. Garin
“Jangan merusak meja kantorku. Benturkan saja dahimu yang bodoh itu ke tembok!” ungkap Garin dan lalu menutup telponnya. Sontak membuat Nayla sebal dan langsung menatap Garin yang berada di sebrang ruanganya dengan penuh kekesalan.
Malam harinya, Nayla mengikuti makan malam perusahaan dengan dahi yang sedikit memar karena ulahnya tadi.
“Dahimu kenapa Nay?” tanya salah seorang rekan perusahaan
“Ah, ini..mmm.. kena pintu kamar mandi..” jawab Nayla gugup. Ya, Nayla membenarkan perkataan Garin mengenai dahi bodoh
Makanan yang dipesan perusahaan memang enak, tapi meskipun begitu Nayla tidak berselera makan.
“Halo..” jawab Nayla mengangkat telpon
“Keluar, bawa tasmu..” ungkap seseorang dari telpon
“Baik pak..”
Nayla baru saja ditelpon oleh Garin dan kini Nayla dibawa oleh Garin ke suatu tempat.
“Mau apa kita ke kantor malam-malam begini?” tanya Nayla pada Garin
“Sudah ikuti saja..”
Ternyata Garin membawa Nayla ke balkon di lantai paling atas. Entah apa yang akan dilakukan Garin.
“Ayo teriak.” ungkap Garin
“Untuk apa?” tanya Nayla bingung
Garin tidak menjawab pertanyaan Nayla dan malah berteriak lebih dulu,
“AAAaaaaaaaaaaaaaaa” teriak Garin, “Ayo berteriak, ini lebih baik daripada membenturkan dahi ke meja..” lanjutnya
Nayla tersenyum tidak menyangka jika Garin akan membuatnya melakukan hal ini, yah meskipun begitu, Nayla pun mencobanya, “AAAaaaaaaaaaaaaaaa” Teriak Nayla.
“Gimana? lega bukan” tanya Garin
“Ya, ini lebih baik daripada membuat kamar di villa menjadi berantakan..” ungkap Nayla yang mencoba menyindir Garin mengenai kejadian lusa kemarin..
“Eeiiihhh… sini mendekat..” Garin menarik tangan Nayla dan membuatnya mendekat. Lalu, Ia mengeluarkan salep anti memar di sakunya dan mengoleskannya ke dahi Nayla yang memar. Hanya hening yang menghampiri moment itu. Tanpa sadar, Nayla menahan nafasnya dan detak jantungnya kini perlahan mulai cepat. Begitupula Garin, merasa canggng ketika mendapati matanya menatap mata Nayla.
“Oke, sudah..” ungkap Garin segera mengakhiri kecanggungan itu
“Makasih pak..” ungkap Nayla
“Kan sudah saya bilang, jangan panggil bapak jika kita tidak sedang bekerja, saya tidak setua itu..”
“Baiklah..” ungkap Nayla dan lalu menatap langit malam
“Maafkan saya Nayla..” ungkap Garin tiba-tiba
“Untuk apa?”
“Karena sudah membuatmu mendapat kesulitan, termasuk membuatmu melihat kemarahan saya malam itu..”
“Engga masalah.. sih..” jawab Nayla yang sedikit bingung
“Apa kamu tidak ingin bertanya kenapa saya seperti itu?”
“Karena perempuan yang bernama Nadine?” tanya Nayla