“Nayyy buka pintu…Nayla…..”
Pagi itu Nayla tidur di sopa panjang miliknya setelah Ia menelpon dengan kakaknya tadi malam. Nayla terbangun karena ketukan pintu dan teriakan dari Arin. Nayla berjalan hendak membukakan pintu.
“Kenapa sir in..” ungkap Nayla ketika pintunya dibuka
“Lihat ini!” Arin menyodorkan layar ponselnya ke wajah Nayla
Nayla yang tadinya mengantuk, seketika menjadi segar ketika melihat layar ponsel Arin. Nayla berteriak kegirangan dan memeluk Arin, begitupula Arin yang ikut berteriak kegirangan. Yah, begitulah sahabat, berteriak bersama disaat senang maupun sedih.
Arin adalah tetangga sekaligus sahabatnya Nayla. Persahabatan bukan terbentuk karena proses pertemanan yang lama, melainkan proses yang saling mengisi satu sama lain, seperti Arin dan Nayla.
“Mau kamu ambil nay?”
“Aku sangat berharap dengan pekerjaan ini rin.”
Alasan Nayla senang adalah karena Ia melihat pengumuman bahwa dirinya lolos dalam sesi ujian tulis dan akan melakukan sesi wawancara perusahaan.
“Andai kamu tidak bekerja dengan orang gila dan berengsek itu nay..nay..”
Nayla hanya mengangguk ketika Arin mengatakan umpatan itu. Ya memang, bagi Nayla pun sama, jika ‘orang itu’ memang gila dan berengsek.
“Oh ya rin, kalau aku diterima di perusahaan ini, aku akan membeli bunga yang paling mahal di toko kamu rin.”
“Aku pegang ucapanmu nay…”
Mereka berdua kembali bersorak senang dan apartement menjadi berisik. Padahal diterima bekerja saja belum.
˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜
Nayla sedang duduk menunggu namanya dipanggil untuk sesi wawancara. Nayla berkali-kali melakukan rileksasi pernafasan. Jantunya berdegup kencang bukan karena takut, melainkan Ia sudah tidak sabar diterima di perushaan ini. Karena Nayla yakin dan optimis bahwa dirinya akan di terima.
Sebelum melamar bekerja pada hari ini dan hari kemarin, Nayla pernah bekerja sebagai sekretaris diperusahaan pertambangan. Gajinya sangat besar dan bahkan Ia menjalin kasih dengan bosnya yg bernama Angga.