Blurb
Untuk memperingati Hari Jantung Dunia pada bulan September lalu. Saya menuliskan cerita ini yang akan didedikasikan untuk semua survivor jantung yang berjuang melawan covid-19.
"Do what it takes to start, to have healthy heart." (Noname)
Apabila nyeri jantung menyerang dan kamu tak dapat menahan sakitnya, maka letakanlah tanganmu di dada kiri, pejamkan mata, katakan pada jantungmu: "Aku mencintaimu, aku akan menjagamu, jadi tetaplah berdetak mengiringi kehidupanku, kita akan hidup bersama dan sehat bersama." Pesan Profesor Andrian delapan belas tahun yang lalu untuk Sada sesaat sebelum kursi roda tempatnya duduk ke luar dari ruang gawat jantung.
Hingga detik ini, satu-satunya kegagalan yang paling Sada takuti sepanjang hidupnya ialah gagal jantung. Sada tak takut pada virus corona, yang ia khawatirkan hanya sanggupkah jantungnya bertahan menghadapi serangan virus itu?
Ketakutan Sada menjelma menjadi nyata. Sehebat apapun menjaga diri, serta sekeras apapun menjaga jarak, tetap saja corona dapat membobol benteng pertahanan tubuhnya. Sama seperti Amoeba yang berkembang biak sangat cepat dengan cara membelah diri, seperti itu pula corona menyebar sangat cepat ke seluruh penjuru dunia.
Kematian ayahnya, pemberlakuan PPKM membuat ia dan calon suaminya terpaksa harus menunda pernikahan. Pikirannya semakin kalut selepas peringatan acara tujuh hari ayahnya, ibunya tiba-tiba terserang demam yang disertai batuk, pilek. Lalu disusul dengan kabar kalau adiknya yang tinggal di Cirebon juga dinyatakan positif covid. Peristiwa demi peristiwa ini yang menjadi memicu utama stress serta mulai menurunnya imunitas tubuh.
Sada mengalami demam tinggi dan nyeri jantung yang hebat, sudah tiga hari tapi tak kunjung sembuh. Melihat kondisi wajah Sada yang sudah membiru, Ibu Ivone menelepon anak angkatnya yang seorang dokter bernama Dhatu Dyaka Sadavir. Karena Dhatu sedang melakukan operasi kepada pasien jantung jadi ia tak tahu kalau Ibu Ivone meneleponnya.
Tak tahan melihat kondisi kakaknya, Gheza—adik sepupu Sada yang rumahnya bersebelahan dengan rumah Sada—membawa Sada ke rumah sakit dengan mengendarai motor. Namun rumah sakit yang mereka kunjungi tak mau menerima Sada dengan alasan rumah sakit penuh, UGD juga penuh bahkan banyak pasien yang terlantar di koridor ruang tunggu rumah sakit menunggu giliran mendapatkan kamar untuk rawat inap. Akhirnya Sada menyerah dan mengajak Gheza pulang.
Sada pikir setelah demam usai, masa inkubasi selesai, seluruh rasa kembali normal dan tubuh berhasil membentuk antibody, lalu semua akan kembali sehat, aman dan akan sehat seperti sediakala. Tetapi ternyata tidak begitu!
Serupa dengan demam berdarah dengue, ketika demam turun maka saat itu fase kritis terjadi. Setelah dinyatakan negatif, namun kondisi Sada tiba-tiba menurun lagi, lebih parah malah, saturasi oksigen turun drastis, tidak bisa buang air besar dan kecil. Sebelum serangan jantung terjadi, Sada sempat mengalami palpitasi disertai rasa sakit yang luar biasa dan sesak napas yang hebat. Selanjutnya Sada tidak tahu apa-apa lagi.
Sada sempat mendengar tangisan ibunya dan Dhatu, lalu suara teriakan Gheza dan Dhatu yang memanggil dokter. Selanjutnya hanya gelap dan senyap.
Apa yang terjadi pada Sada?
Apakah ia akan selamat dari serangan jantung dan virus corona?