Untuk menuntaskan penasaran yang telah membuat matanya tak bisa terpejam lagi di sisa semalam. Paginya sehabis menyiram anggrek-anggrek koleksinya dan bunga-bunga yang lain, Sada langsung bertanya pada tante dan adik sepupunya yang tinggal persis disebelah rumahnya.
“Te, semalam Tante dengar nggak suara ambulans?” tanyanya berjalan mendekati Tante Jainun yang sedang menyapu halaman.
Tante Jainun mengangkat kepala, menyandarkan sapu lidi pada batang pohon jambu air. Berdiri menghadapi Sada dan balik bertanya: “Jam berapa, Teh?”
Sada meletakan ember di dekat tantenya menyandarkan sapu, lalu duduk di bangku kayu dibawah pohon jambu air.
“Sekitar jam 2-an, bersamaan dengan lampu rumah kami yang mati.” Sada menatap wajah tantenya, seperti seorang gadis yang menunggu kepastian untuk dilamar.
Tante Jainun mengernyitkan dahinya, matanya menyipit, saat kepalanya menggeleng, sebagian poni keluar dari bandana yang ia kenakan.
“Tante nggak dengar suara apa-apa. Kalau habis isya memang ada terdengar suara mobil ambulans, tapi kayaknya jauh.”
“Kalau itu sih Sada juga dengar, ke arah Mariana laut kan?”
“Iya. Sekitar jam 10 kalau nggak salah.”
Ibu Ivone baru selesai menunaikan salat dhuha, keluar untuk menjemur handuk, tak sengaja mendengar percakapan putri serta adik iparnya. Ibu Ivone mendekati keduanya dan langsung menyela: “Iya sama. Mama juga dengar suara ambulans tuh sekitar jam 10 itu.”
“Ada apa, Teh?” tanya Gheza penasaran. Pemuda berumur dua puluh tiga tahun itu sedang memanaskan mesin motornya.
“Kamu dengar nggak, Ghez, suara ambulans jam 2 dini hari tadi?” Sada memberikan pertanyaan yang sama pada adik sepupu yang sudah diangkat anak oleh orangtuanya Sada.
“Kalau suara ambulans aku nggak dengar, tapi semalam dua kali aku dengar ada suara orang yang mengetuk-ngetuk jendela kamarku, terus kayak ada suara orang yang manggil nama aku.”
“Jam berapa, Ghez? Mama juga dengar kalau suara ketukan, kamar Mama juga ada yang mengetuk semalam sebelum jam 2 dini hari, nah yang pas maghrib itu juga.” Sambung Ibu Ivone.
“Iya sama Mama. Aku juga sekitar jam segitu dengarnya. Kupikir suara cecak, jadi aku cuekin aja.” Ujar Gheza.
“Tante mah nggak dengar apa-apa.” Kata Tante Jainun.
“Mamak mah kalau sudah tidur tuh benar-benar tidur, susah dibangunin, aku pulang kerja malam aja banguninnya hampir lima belas menit.” Sahut Gheza dengan memasang ekspresi sebal.
“Capek Mamak tuh, Ghez,” sahut Tante Jainun. Gheza tersenyum miring mendengar jawaban ibunya, sementara Sada tertawa kecil menutupi kegundahannya.
“Aneh. Kok nggak ada yang mendengar suara ambulans ya?” tanyanya entah pada siapa. Matanya menerawang ke arah timur.
“Mungkin kamu mimpi, Sa. Pas bangun terasa seperti kenyataan, kadang kan kita suka gitu,” sahut Ibu Ivone.
“Jangan-jangan suara ambulans dari alam gaib, Teh.” Celetukan Gheza membuat aliran darah di dalam tubuh Sada menghangat dan terdiam sesaat.
“Huusst … jangan ngomong sembarangan,” tepis Tante Jainun.
“Tapi bisa jadi juga sih, Ghez. Mungkin aja itu ambulans hantu kali ya?” sambung Sada.
“Ye … si Teteh malah nambahin suasana makin mencekam!” Sada dan Gheza tertawa mendengar perkataan Ibunya Gheza.