Heart for the Ice Princess

Fii
Chapter #2

1>> Sink in His Eyes

Jakarta, 2019

 

From: 081773xxxxxx

Lo harus bantuin sepupu gue jadian sama Zahra kalau mau rahasia lo tetap aman!

Sebuah pesan dari nomor tidak di kenal mengganggu seorang gadis beraura dingin. Tanpa berpikir panjang, ia menelepon nomor tersebut, tetapi tidak diangkat. Lima detik kemudian, sebuah pesan baru masuk.

Enggak perlu buang-buang baterai lo cuma buat telepon. Gue Julian.

Cowok itu seakan tahu apa yang akan dikatakannya. Audy mendengkus dan langsung tahu sumber kekacauan pagi ini. Dirinya segera menyambar tas ransel, lalu keluar kamar. Ia berhenti di depan pintu kamar sebelah sambil mengulum bibirnya yang terasa kering dan diam-diam mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh. Matanya menatap dingin dan tajam pada sosok yang baru saja keluar dari pintu kamar sebelah.

“Astaga!” Seorang gadis dengan bandana ungu muda terlonjak ketika membalikkan badan dan melihat Audy berdiri dengan jarak 1 meter darinya. Ia memegangi dada dan merasakan jantungnya berdetak melebihi normal.

“Kenapa lo kasih nomor gue ke Julian, Ra?” Suara Audy tidak kalah tajam dibandingkan tatapannya.

“Maksud lo apa, sih?” Zahra mengibaskan rambut dark brown-nya yang tergerai.

“Audy, Zahra? Sudah siap belum?” Sebuah suara bariton di ujung bawah tangga memanggil kedua putrinya sebelum berjalan menuju teras.

Audy maupun Zahra tidak menyahut. Mereka tengah saling tatap untuk sesaat. Audy memutuskan tatapan lebih dulu dan langsung meninggalkan Zahra yang masih berdiri dengan wajah tanpa dosa.

Mereka berdua menghampiri sepasang suami-istri yang sedang berdiri mengobrol di teras depan rumah. Sang istri menyodorkan tas kerja pada suaminya yang sudah rapi dengan setelan jas biru dongker.

“Pa, ayo!” ajak Zahra. “Ma, kami otw dulu, ya?” Dia menyalami Suci dan disusul oleh Audy. Suci pun mencium kening kedua putrinya.

Sesampainya di sekolah dan menginjak lantai dua, mereka berpencar. Audy menuju kelas XII IPA 1 atau dapat disebut kelas unggulan karena isinya adalah anak-anak yang meraih peringkat dua puluh besar paralel. Sedangkan, Zahra ke kelas XII IPA 3.

“Pagi, Dy?” sapa seorang cowok yang baru saja melepas hoodie putihnya.

“Hai, Ki.” Audy membalas sapaan Hideki—teman sebangku sekaligus sahabatnya. Kemudian, ia meletakkan tasnya di sandaran bangku.

“Kenapa tadi enggak bareng gue berangkatnya?” tanya Hideki sambil memandang sahabatnya itu.

“Mumpung Papa lagi di rumah, jadi bareng Papa,” sahut Audy.

“Nanti istirahat ikut, yuk!” Cowok itu memiringkan badan menghadap Audy sambil menarik bibirnya ke atas, sehingga menciptakan lesung pipi kanan.

Audy menoleh ke sisi kirinya sambil mengernyitkan dahi. Dengan tatapan penuh tanya, ia pun berkata, “Ke mana?”

“Cuma istirahat di kantin dan terima traktiran Sandy. Dia ulang tahun hari ini, jadi anak-anak basket dan cheerleaders ditrakir.”

“Ooh … enggak deh, makasih. Gue bukan salah satu dari mereka, ‘kan?” Gadis dengan rambut hitam itu menatap lawan bicaranya sesaat.

Hideki hanya membalas anggukan, lalu matanya fokus pada benda persegi elektronik yang dipegangnya. Tidak berapa lama, dahinya mengernyit, lalu matanya melebar.

“Dy, Dy?” panggilnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel. Tangan kirinya mengguncang bahu kanan gadis itu.

Yang dipanggil pun hanya menggumam pelan sambil menoleh ke arah Hideki.

“Saudara lo—eh, maksudnya, kakak lo ….” Cowok beralis tebal itu sengaja menggantungkan kalimatnya untuk membuat Audy penasaran.

Lihat selengkapnya