Heart Reset

nisafaza
Chapter #2

#2. Karma si Pembual

Mendekap lunch bag dengan langkah tergesa, Aira terpaksa mengikuti Keenan dari belakang setelah laki-laki itu mengatakan bahwa hantu penghuni sekolah akan menemaninya jika ia sendirian di kelas.

Keenan Abrizam. Nama yang Aira dengar ketika guru mengabsen siswa satu persatu itu tidak berhenti membicarakan cerita horor saat pelajaran berlangsung. 

Dasarnya penasaran, terpaksa Aira ikut mendengarkan. Tapi dia penakut. Diberitahu gambaran wajah hancur hantu penghuni sekolah saja jadi terbayang sampai sekarang.

Berakhirlah dia membuntuti Keenan yang sebelum ini mengatakan ingin membeli cilok begitu bel istirahat berlangsung.

"Ngapain ngikutin gue?"

Aira berhenti ketika langkah orang di depannya berbalik menghadang.

"Y-yaa mau ke kantin," jawab Aira terbata.

Tangan Keenan menunjuk ke arah selatan. "Kantin ke sana, ini jalan ke toilet. Lu mau ke toilet cowo?"

Wajah gadis itu memerah. Harus beralasan apa lagi dia kali ini?

"Katanya mau ... mau beli cilok. Jadi ya ikut." Pandangan Aira beralih menatap kedua sepatunya. 

Keenan menyeringai jahil. "Lo takut ya sendirian di kelas? Nanti mbak kuntinya ngelus-ngelus rambut lu pas makan. Abis itu ngajak main uno."

Sontak Aira mengangkat pandangan. Kedua matanya membola. Keenan melihat itu nyaris tertawa.

"Kalo lu takut, ikut gue aja ayo. Temenin gue ke toilet." Seringaian juga gerak alis Keenan diperlihatkan selayaknya menggoda.

Aira menganga tak percaya.

"Dasar mesum!"

Gadis itu berbalik dengan langkah kaki menghentak. Meninggalkan Keenan yang terbahak di tempat. Jika saja pikirannya tidak dibuat panik sewaktu di kelas, mungkin Aira akan mencari teman baru. Bodohnya dia spontan mengikuti laki-laki gila itu.

Saat ini kakinya melangkah sesuai keyakinan. Tidak terpikirkan suasana kantin yang ternyata sangat ramai dan penuh di setiap mejanya. 

Haruskah Aira kembali ke kelas saja? Tapi ...

"Aira!"

Suara Zia menarik atensi. Bisa dilihat lambaian tangan menyuruh untuk bergabung. Tapi yang membuat ragu, tiga laki-laki di meja Zia ikut memusatkan perhatian padanya. 

"Sini!" panggil Zia lagi.

Mau tidak mau Aira menghampiri. Senyum canggung ia perlihatkan ketika Zia menariknya duduk. 

"Kenalin nih, Aira anak majikan Bapak Fahri tercinta. Udah gue anggep adik sendiri, jadi jangan macem-macem ya lu pada." Zia mulai mengenalkan sekaligus memperingati teman-temannya yang kini tersenyum konyol memandangi Aira.

Oh, kecuali laki-laki yang duduk persis di depan Aira. Dia hanya diam mengamati. Dan itu berhasil membuat Aira memusatkan titik fokusnya. Hanya sebentar. Sampai Zia lanjut memperkenalkan Edo, Ilham, dan yang ada di depannya ini, Sean.

Seano Abyan. Nama yang langsung terulang dan melekat di otak Aira. Pemilik rahang tegas dan manik jernih itu terus menarik perhatiannya. Bisa dikata, bak lukisan indah ciptaan Tuhan yang memberi efek magnet untuk tidak disia-siakan oleh pandangan. Jantung pun ikut bereaksi tatkala menyaksikan. 

Tiba gerak-geriknya Sean memberikan sepotong daging dan telur dari piringnya untuk Zia, suara heboh Edo dan Ilham membuat Aira tersadar.

"Zia doang yang dikasih, gua kagak!" Ilham menggerutu.

"Itu namanya be gentle, brother. Kayak gass ngeeeng gitu lho," jelas Edo yang tiba-tiba meniru Sean dengan memberikan potongan sosis untuk Aira.

"Heh!"

Masih belum selesai keriuhan, Aira dibuat terkesiap dengan seruan Zia yang sampai mengembalikan sendiri sosis itu ke piring Edo.

"Aira nggak makan makanan sembarangan. Liat aja tuh bekal isinya sayuran semua." Zia menjelaskan seraya menunjuk Edo dengan garpunya.

"Oh ... hehe, maap ya, Aira." Edo merasa tidak enak.

Gadis itu langsung menanggapi. "Aku mah gapapa, Kak. Santai aja."

Lihat selengkapnya