Aiaia.ra mulai mengikuti anda.
Sebuah notifikasi instagram yang muncul pada layar ponsel, menggerakkan Sean untuk menilik profil si pemilik akun.
Tidak ada postingan apa pun. Hanya terpampang foto selfie siswi yang baru ia kenali pagi tadi pada profilnya. Sedikit senyum menguntai ketika terlintas pertanyaan dari mana gadis itu bisa tahu akun sosial medianya?
Krieeeet!
Fokus Sean teralihkan ketika mendengar derit pintu kamar. Disusul kemunculan adiknya dengan balutan selimut tebal menutupi sekujur badan, guling di pelukan, juga bantal yang bertengger di atas kepala.
"Gue tidur sini ya, Bang," izin Keenan. Namun tanpa persetujuan, dia langsung merebahkan diri di atas spring bed milik Sean.
Dan itu berhasil membuat Sean melompat dari kursi belajarnya. "Gak, gak! Balik sana!" usirnya berusaha mendorong tubuh sang adik.
"Bang, plis, Bang. Mama masih ikut Papa di Jogja, di rumah cuma kita berdua, apalagi sendirian di kamar. Gue takut setan, Bang." Keenan memohon sambil bersujud. Dengan selimut yang masih membungkus badannya membuat dia nampak seperti tikus.
"Nggak ada setan setan. Balik gak!" gertak Sean lagi. Jam tidurnya akan terganggu jika berbagi kasur dengan Keenan si paling rusuh, alias tukang guling sana-sini. Sean masih trauma semasa kecil dibuat jatuh dari tempat tidur karena tendangan Keenan.
Tapi membicarakan soal setan, dia jadi teringat cerita Aira waktu di kantin.
"Dikira gue bakal mempan kaya anak baru yang lo takut-takutin di sekolahan?"
Kepala Keenan menyumbul dari balik selimut setelah mendengar ucapan kakaknya. Sean kah yang memberitahu Aira tentang kebenaran terkait karangan cerita hantu? Sedekat itukah mereka sampai Aira menceritakan semuanya pada Sean?
Oh, itu tidak penting untuk dipikirkan sekarang.
"Tapi gue beneran liat setan, Bang!" ungkap Keenan berusaha keras membuat Sean percaya.
"Stop bercandanya, Keenan. Nggak kasian anak orang keliatan takut gitu lu kibulin? Kalo dia ngadu ke bapaknya, lu bakal habis dilabrak."
Keenan mengambil posisi duduk. Menghempaskan selimut dari kepala karena merasa gerah tiba-tiba. Lantas berucap, "Oke, gua ngaku salah udah bohongin si Aira. Tapi beneran, Bang. Demi Tuhan gue liat sendiri pas pulang sekolah, di kelas, wujudnya cewe pake seragam sama kaya punya kita, trus ngucur darah dari kepala sampe kaki. Mana abis itu senyum ke gue, gimana nggak takut!"
Sean menghela napas. Jujur dia lelah kalau harus menanggapi. Tapi di sisi lain, melihat Keenan yang nampak serius bercerita panjang lebar sedikit membuat batinnya percaya.
Sesaat kemudian laki-laki itu beranjak berniat untuk keluar.
Keenan panik. "Mau kemana, Bang?" Berharap Sean tidak meninggalkannya sendirian.
"Ngambil minum bentar," jawab Sean sembari menutup pintu.
"Jangan lama-lama!" seru Keenan mengingatkan. Di tengah rasa takut, sekian detik pikirannya menjurus pada satu hal. Yakni adakah kejadian atau peristiwa menggegerkan di sekolahnya beberapa tahun silam? Seperti pembunuhan atau kematian tidak wajar yang memakan korban?
Tangan Keenan bergerak cepat untuk berselancar mencari informasi di ponsel. Cukup sulit menemukannya. Sampai tiba-tiba headline berita yang mengangkat kasus 13 tahun lalu terpampang dan sukses membuatnya tercengang.
Seorang siswi SMA Mandala Bakti tewas bunuh diri. Perundungan diduga menjadi pemicu utamanya.
Jemari Keenan gemetar menggulir layar. Jantungnya berdegup melihat nama korban yang disamarkan. Motif pelaku perundungan pun tidak dijelaskan. Sayang sekali tidak ada informasi detail yang bisa menuntaskan rasa penasaran.