Orang yang ditemani dari awal akan kalah oleh orang yang melamar.
Tanpa ada izin dari Yoga, keluarga besar rencana juga sangat lelah dengan keputusan tanpa ada kepastian. Mereka sudah menanyakan tentang pernikahan itu pada Renjana. Tapi Yoga selalu bereaksi sama, yaitu tanpa adanya ajakan untuk menikah.
Malam ini adalah rencana yang sudah diatur sedemikian rupa oleh orangtuanya. Dilamar oleh pria asing, dengan tujuan untuk menikah.
Renjana membayangkan jika calon suaminya gendut, perutnya buncit, berkumis tebal, matanya menyoroti tajam dan menyeramkan. Ini bukan soal menghina fisik calon suaminya. Tapi karena tubuhnya yang kecil, mungil dan bisa dipelintir oleh calon suaminya nanti jika mereka bertengkar. Itu yang paling ditakutkan sebenarnya.
Wajahnya pucat ketika baru saja selesai berdandan sesuai perintah mamanya. Tadi pagi, tidak ada angin tidak ada hujan mamanya mengatakan kalau malam ini akan ada tamu. Yaitu keluarga dari pria asing bersama dengan keluarga besarnya untuk melamar. Sekali lagi, dia akan dilamar oleh pria itu.
Sejenak ia memejamkan matanya.
Ting
Notifikasi ponselnya tiba-tiba menyadarkan dia dari lamunannya. ”Aku sudah pikirkan tentang pernikahan itu, Renjana. Aku tetap minta kamu nunggu.”
Renjana tidak akan termakan omongan lagi. Dia sudah lelah, lelah dengan penolakan Yoga yang kesekian kalinya Renjana harus melunturkan harga diri untuk menikah. Tapi sayangnya ditolak dan terus ditolak oleh Yoga.
Dia meletakkan ponselnya lalu menghela napas beberapa kali lalu menghembuskannya mencoba menenangkan kegelisahan yang ada pada dirinya. Andai saja bukan karena sakit kecewa, dia juga tidak akan setuju dengan perjodohan ini.
Pelan kakinya melangkah menuju ruang tamu melihat mamanya sedang menyiapkan jamuan untuk tamu dari pihak keluarga pria itu.
“Tante.”
Seketika Renjana membalikkan badannya ketika ditepuk dari belakang oleh Cindy. “Kenapa?”
“Cieee yang akhirnya nikah juga.”
Senyumannya terpaksa sekali sekarang.
Barangkali setelah ini Renjana butuh satu butir pereda sakit kepala untuk menghilangkan rasa sakitnya karena memikirkan perjodohannya. “Jangan pikirkan Om Yoga!”
“Nggak ada yang mikirin dia. Kamu saja yang mikir aneh soal dia.”
Terdengar suara mobil yang cukup ramai di luar. Renjana merasa sangat sesak dengan kondisi sekarang.
“Renjana, sini! Sambut bareng-bareng!” Mamanya sudah berdiri di ambang pintu menunggu kedatangan calon besan orangtuanya dan juga keluarga besar dari pihak si pria.
Gugup.
Rasanya Renjana ingin pingsan setelah ini karena tidak sanggup lagi menerima kenyataan tentang calon suaminya.