SUDAH larut malam, namun dia masih harus menyelesaikan pekerjaannya. Puluhan baju yang baru datang dari penjahit harus dirapikan, besok pagi baju-baju itu sudah harus terpajang dengan cantik dan rapi di butik itu. Sebuah butik mewah yang terletak di 217 Ladypool RD, The Queen. Salah satu butik terbesar di Inggris Raya. Pemiliknya adalah sepasang suami istri, yaitu Bertilda dan Christopher. The Queen sudah memiliki beberapa cabang di beberapa kota besar di Inggris Raya. London, Liverpool, Manchester dan satu di Belfast, ibu kota Irlandia Utara.
Saat dia hampir selesai merapikan seluruh baju itu, seseorang menghampirinya. Seorang wanita usia akhir empat puluhan datang membawa secangkir cokelat panas yang masih mengepulkan asap tipis.
"Istirahatlah, Lexi ! Ini sudah larut malam!"
"Sebentar lagi, Bibi. Pekerjaanku hampir selesai."
"Lagi pula kenapa kau tidak ingin kuangkat jadi manager keuangan saja? Kau tidak harus kesusahan seperti ini. Aku kasihan padamu setiap hari harus bekerja keras dan susah payah seperti itu."
"Bibi ini bagaimana sih? Aku kan ingin belajar dari enol. Lagipula ayah dan ibu sudah biasa tidak memanjakan aku dari kecil. So, ini bukan masalah besar bagiku. Bahkan dulu, waktu aku kuliah di Jerman, aku harus memenuhi kebutuhanku dengan bekerja sebagai pramusaji kafe dan privat bahasa Indonesia untuk teman-temanku. Ayah selalu memberi uang saku tidak banyak. Saat sekolah menengah atas pun aku juga dagang roti bakar dengan temanku. Supaya aku tahu bagaimana susahnya cari uang. Jadi, aku tidak meremehkan jerih payah ayah dan ibu dalam membiayai aku, Elena dan Crystal. Ayah selalu mengajarkan kami untuk hidup sederhana dan peduli pada sesama. Yaaah... Meski dua adikku itu lebih banyak membangkang"