HANNAH mendengus kesal, sudah lebih dari lima belas menit dia menunggu bus. Namun bus yang ditunggu tak kunjung datang. Hannah merapatkan mantelnya lalu berjalan perlahan menjauhi halte. Sekitar seratus meter lagi ada halte selanjutnya, gadis itu berniat menunggu bus di sana. Baru berjalan sejauh lima puluh meter, tiba-tiba sebuah mobil Bentley Continental GT Speed berwarna biru tua berhenti di samping Hannah. Sekilas Hannah melirik mobil itu, dia tahu siapa pemiliknya. Tanpa berpikir dua kali, Hannah mempercepat langkahnya. Tak lama kemudian si pemilik mobil keluar dari mobil mewahnya.
Seorang pemuda berkemaja hitam dengan motif bunga-bunga kecil tampak menyusul langkah Hannah. Dua kancing bagian atasnya dibiarkan terbuka. Menampakkan dada bidangnya yang ditumbuhi beberapa helai rambut halus berwarna kecokelatan. Rambut Cokelat sebahunya berkibar-kibar tertiup angin malam.
“Hannah tunggu!” teriaknya semabari berlari kecil mengejar Hannah yang terlihat semakin memepercepat langkah.
Tangan lelaki itu menarik pergelangan tangan Hannah ketika dia berhasil mengejar gadis bertubuh kurus itu. Hannah sempat menarik tangannya namun cengkeraman pemuda itu tak bisa dikalahkan dengan mudah. Hannah menatap tajam wajah pemuda itu dan mengisyaratkan agar melepaskan tangannya.
“Aku tak akan melepaskanmu sebelum kau bersedia bicara padaku,” seru lelaki itu berbalik menatap Hannah. Mata birunya membuat jantung Hannah berdesir hebat.
Hannah agak memundurkan wajahnya, dia mencium bau alkohol berasal dari mulut lelaki itu. Tampaknya dis masih belum bisa merubah gaya hidupnya. Satu hal yang sangat dibenci oleh Hannah.
“Kita sudah tidak saling berhubungan selama kurang lebih lima tahun. Seharusnya kau bisa mendapatkan gadis manapun yang kau mau. Seperti yang kau inginkan saat itu, bukan? Jangan menggangguku terus!” teriak Hannah sambil meronta, namun cengkeraman ditangannya semakin erat, membuatnya merasa nyeri.
“Ya, kau benar sekali. Aku bisa mendapatkan gadis manapun yang kumau di negeri ini. Bahkan supermodel sekalipun aku bisa mendapatkannya hanya dengan satu jentikan jari. Tapi yang harus kau tahu adalah aku, hanya menginginkanmu. Hanya kau gadis yang kucintai.”
“Oh ya Tuan Benjamin Leamington? Simpan saja rayuanmu itu, aku tidak membutuhkannya. Sekarang lepaskan tanganku! Aku harus pulang.”
“Aku tidak akan melepaskanmu.”
Beberapa detik kemudian, terdengar suara benturan telapak tangan dengan permukaan pipi. Pemuda bernama Benjamin itu meraba pipi kirinya yang memerah. Sontak dia melepaskan cengkeramannya dari tangan Hannah. Ben mengumpat habis-habisan, sementara Hannah tak lagi mempedulikannya, dia memanfatkan itu untuk segera pergi sebelum Ben mengejarnya kembali dan menyeretnya masuk ke dalam mobil mewah miliknya. Lelaki itu memang sering berbuat nekat terhadap Hannah.
“Let’s see, Baby. Suatu saat nanti kau akan sangat mencintaiku dan tidak akan bisa lepas dariku. Kita akan menikah dan melalui hari-hari yang indah bersama. Dan kau akan menjadi Mrs Leamington, Sayang,” gumam Ben sembari tersenyum miring.
Lelaki itu kembali ke mobilnya. Lalu dia mengemudi dengan kecepatan tinggi. Ben memelankan laju mobilnya saat sejajar dengan bus yang baru saja dinaiki oleh Hannah, gadis pujaan hatinya. Di dalam mobil, Ben kembali tersenyum miring. Dia sangat percaya diri bahwa suatu saat nanti Hannah akan mencintainya lagi.