Heartless

yShine
Chapter #6

Jupitter

Memasuki musim dingin Rosary Tavern tidak pernah kehilangan pelanggan dan wanita sewarna zaitun itu nampaknya jadi pegawai tetap pak Bane. Rosary akan semakin penuh menjelang tengah malam sampai dini hari. Aku tidak tahu darimana orang-orang itu datang, tapi mereka seperti ditumpahkan dari caravel bajak laut.

Aku pernah mendengar kisah bajak laut, beserta awak kapalnya, bagaimana mereka berkuasa di lautan, kupikir mereka kelihatan seperti itu membuatku seperti benda asing yang mengganggu keseragaman. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil dan kartu-kartu serta kepingan koin mulai berserakan di atas meja. Jadi aku biasa mengendap mencari anak tangga menuju dek.

Dari atas Avengeline, malam terasa sunyi. Selalu begitu. Aku menyukainya sekaligus tidak dan kehidupan yang memenuhi dek bawah seperti sesuatu dari masa lampau. Bukan masa laluku, mereka terlalu hangat, terlalu hidup dan aku tidak termasuk di dalamnya. Aku merasa aku adalah hantu gentayangan.

Aku harus mengakui aku cemburu dan setiap kali menatap langit untuk memastikan bahwa akupun memiliki hal-hal menyenangkan bersama Hansel, aku menyadari seharusnya aku tidak mengharapkan apapun darisana.

Di sana dalam kekosongan yang angkuh, langit menempatkan setiap lapisan kenanganku dengan Hansel. Tapi semua hal yang kuingat tumpah dalam nuansa abu-abu dan bisu. Setiap saat malah seperti semakin menjauh dan kabur.

Aku berusaha melindungi apa yang tersisa dariku dan menyimpannya dalam-dalam. Aku tahu itu sia-sia. Tidak peduli sejauh apa aku mengulurkan tangan tak kasat mata, aku tetap tidak dapat menjangkaunya. Apakah aku telah kehilangan sesuatu yang berharga?

Ketika mulai panik, aku berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa tidak ada yang salah. Aku telah melakukan hal yang benar. Aku telah menyelamatkan kakak. Hansel sehat dan aman, dia baik-baik saja, kukatakan berulang-ulang. Tapi ternyata cara itu tidak berhasil, entah mengapa hatiku menyisakan lubang kosong. Aku ingin pergi kepadanya.

Kukira aku mulai menangis.

Aku juga mau mati, pikirku.

Seperti mencemooh, aku akan mendengar suara di kepalaku, kata-kata yang pernah kubisikkan kepada Hansel sebelum kutembak.

Aku akan baik-baik saja.... Aku akan hidup lama...

Malam itu kalimat lain menyelusup dalam nada-nada dan suaranya mengalun di udara bersama angin malam dari laut. Aku pernah mendengar lagu itu.

Seperti yang kuduga, saat memicingkan mata dari tempatku berdiri, aku melihat Jupitter di haluan, bersandar pada susuran, satu tangannya memegang botol minuman keras. Dia menangkap tatapan mataku.

"Aku mengganggumu ya," katanya. "Aneh sekali kau tidak menyukai laguku. Kau sudah menyakiti hati, sayangku."

Saat aku mendekat dia sengaja meneguk minumannya lalu menggoyang botolnya ke arahku.

"Jangan naif," katanya. "Bukannya kau mau ini, nih." Ketika aku tidak menanggapi dia melanjutkan. "Satu tegukan tidak akan membuatmu mati."

Aku mengulurkan tangan untuk mendorong kembali botol itu ke dadanya. "Kupikir juga begitu." kataku. "Aku sering melihat orang minum-minum dan sepertinya mereka akan hidup ratusan tahun lagi." lanjutku. "Kenapa sih kau suka muncul tiba-tiba?"

"Karena itu keahlianku?"

"Tidak berguna."

Dia mengangkat bahu, meneguk lagi botolnya hingga membasahi dagu. "Jangan salah sangka Greta," katanya. "Minuman tidak mengenyahkan masalah."

"Terserah," kataku tak acuh. "Darian yang bilang begitu, tapi kalau kau bilang begitu mungkin kau juga benar."

Ketika dia hanya diam dan memandangiku dengan ekspresi semacam mengasihani, aku mengangkat bahu seperti caranya. Sepertinya aku sudah mengatakan sesuatu yang bodoh. Dengan gerakan cepat aku mengulurkan tangan untuk mengambil botol minumannya.

Kutenggak beberapa tegukan lalu aku menganali rasanya. "Soda lemon?" ujarku.

"Betul," jawab Jupitter. "Boleh kuminta lagi sekarang?"

Huh!

Lihat selengkapnya