Di atas secarik kertas bagus warna jingga, tertulis sebuah alamat untuk pertemuan dengan tulisan tangan yang rapi dan runcing. Bagi si pemuda ini benar-benar menggelikan. Dia sudah bisa menebak bagaimana reaksi gadis itu nanti atau apa saja yang akan dia katakan.
"Kerja bagus sobat kecil," Jupitter menggaruk singkat leher kecil si tupai. "Kau berhak dapat bayaran, tapi untuk sementara kau tinggalah di dalam kandang barang sebentar."
Malam itu juga dia bersiap-siap dengan setelan rapi ala aristokrat. Inilah bagian yang paling dia suka, berdandan mirip merak-merak itu, mengenakan setelan dari kain bagus dan mahal. Dia harus menyesuaikan dengan lingkungan sekelilingnya. Meski dia tidak selalu menanggapi keluhan klien atas kinerjanya.
Setelah satu minggu berlalu Jupitter berdiri lagi tepat ditempatnya pada malam itu, di bawah tiang lampu di depan gedung opera.
Gadis yang akan ditemuinya berdiri diantara keramaian dalam balutan mantel berwarna gelap, walau begitu wajahnya kelihatan pucat. Rambutnya yang merah ditata rapi sehingga memberikan kesan yang sangat cantik, muda, segar seperti sekuntum mawar yang terjatuh di salju.
Si Gadis belum pernah bertatap muka dengan serigala. Konon sang serigala tidak pernah menampakkan wajahnya. Kau tidak bisa menemuinya tapi bisa mengiriminya surat permohonan, begitulah cerita yang dia dengar. Namun tidak ada yang mengatakan kemana dia harus mengirimkan suratnya. Lalu bagaimana?
Seperti rumornya, sang serigala akan datang pada hati yang buas. Yang mana pernyataan itu cukup benar. Disuatu pagi ketika bangun tidur, saat dia mengayunkan kaki untuk turun dari ranjang, terlihat oleh sudut mata sepucuk surat yang amat mencolok. Tidak mirip undangan pesta yang mewah tapi yang ini amat sederhana dengan kertas kuning yang kelihatan kuno.
"Ah, Sang serigala," Linnet berbisik begitu selesai membaca isinya, bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Ketika surat tersebut menjadi seukuran kepalan tangannya, kita tahu kesepakatan sudah ditetapkan.
Linnet terus menunggu dengan ketenangan yang mencolok walau demikian dia menyembunyikan kegelisahan dalam dirinya. Bagaimana kalau surat terakhirnya tidak ditanggapi? Bagaimana kalau sang serigala tidak menerima keluhan? Atau jangan-jangan memang tidak pernah ada sang serigala tapi surat surat tersebut datang dari penipu jalanan yang picik?
Tepat pada saat itu dia merasakan seseorang menangkap pergelangan tangannya. Ditengah keterkejutan, suara seorang laki-laki menyusul dalam bisikkan di belakang telinganya. Membuatnya merinding.
"Senang bertemu denganmu, nona Valenciano," katanya.
Si gadis hendak membalikkan badan, akan tetapi mengurungkan niat begitu merasakan cekalan di pergelangan tangannya mengencang dan kemudian laki-laki itu berkata, "Tetap ditempatmu," bisiknya.
Si gadis mengangguk kaku tapi menoleh sedikit tidak apa-apa kan? Dia tidak bisa melihat wajah laki-laki itu karena topinya menutupi setengah wajahnya akan tetapi dia sempat melihat sedikit sisa-sisa seringai dari bibir orang itu.
Harus mengakui, laki-laki itu, pemuda ini punya pesona kharismatik. Diakah sang Serigala itu?
"Kau," kata si gadis sama berbisiknya. "Kau..."
Orang ini menyeringai lagi mendengar gadis itu dalam kegugupan. "Ah, bukankah urusan kita sudah selesai, kau membuang waktu, sweetheart."
"Tidak," sahut gadis itu, dan mulai berbicara dengan berbisik."Sudah satu minggu sejak pertemuanku dengan gadis penjahat itu. Kau tidak bergerak sama sekali, kan?"
Si pemuda menggeleng kemudian setengah tertawa. "Dia membiarkanmu hidup." jawab si pemuda dengan tenang. "Sesuai kesepakatan yang kau buat, serigala akan membalaskan kematianmu oleh gadis itu tapi Gretel Baronese tidak melakukan apa-apa padamu serigalapun tidak bisa melakukan apa-apa kepadanya."