Suasana sudah jauh lebih tenang. Kalavi akhirnya meminta maaf pada Linzy, begitu juga sebaliknya. Anggara dan Rio pun sudah mengembalikan bintang yang sempat ditarik siang tadi. Latihan sore mereka berjalan mulus—nyaris sempurna. Semua berharap penampilan malam ini bisa benar-benar spektakuler.
Dari kejauhan, Alera melihat Kelpin, pinru regu Bromo.
Gara-gara dia, regu kita sempat kena masalah. Harusnya dia nggak ikut campur sejauh itu...! gumamnya dalam hati.
Latihan satu jam tadi sore membuat Kalavi berpikir keras—harusnya dia lebih sabar pada setiap kondisi. Walau masalah sudah reda, rasa gagal itu masih mengganjal.
“Santai aja, ketua! Jangan terlalu dipikirin,” ujar Langit sambil menepuk pundak Kalavi.
“Iya, walau dari awal gue udah tahu, watak lo tuh emang suka kumat,” tambah Putra, ikut menepuk.
“Kampretnya ketinggalan!” celetuk Yoga, ngakak. “Kalau lo marah, Putra sama Langit selalu bilang gitu!”
Kalavi ikut tertawa. “Sori, bro. Kalau gue terlalu egois. Thanks.”
Mereka saling merangkul, membentuk lingkaran. Dari sisi lain, Alera, Dein, Eva, dan Linzy juga saling berpelukan.
“Ikut-ikutan, lo pada!” seru Putra.
“Ye, emang lo doang yang bisa?” timpal Eva sambil tertawa.
“Wah, Eva mulai ngelunjak!” sahut Dein, ikut ngakak.
“Selamat malam adik-adik. Sekarang waktunya siap-siap, kalian dapet urutan pertama!” ucap Rio menghampiri.
“Apa?!” Alera melotot. “Kalavi! Harus banget nomor satu?!”
“Kenapa? Lo nggak yakin?” Kalavi santai saja. “Harus yakin, dong.” Ia melangkah duluan menuju lapangan.
Alera mendengus. Dasar tuh cowok, selalu enteng banget.
“SALAM PRAMUKA!” seru Miss Aca.
“Salam!” jawab peserta serempak.
“Selamat malam, adik-adik! Nggak kerasa udah sejauh ini kita bareng-bareng, pasti ada yang udah sempet berantem kan?” canda Miss Melly. Seisi lapangan saling pandang—regu Bromo refleks melirik ke arah regu Rinjani.
“Yah, namanya juga hidup. Nggak semua ekspektasi orang bisa kita penuhin. Jadi, langsung aja yah, abis latihan tadi sore, sekarang waktunya unjuk kebolehan!”
“Sedikit cerita,” lanjutnya, “dulu pas kami seumuran kalian, yang paling ditunggu itu Semaphore Dance. Jadi, kita langsung sambut regu pertama… Regu Rinjani!”
Sorak-sorai menggema. Kostum malam ini ide dari Linzy, seragam Pramuka lengkap dengan pita kecil di bawah kantong baju. Cewek itu memang penuh kejutan—semuanya sudah ia siapkan dari rumah.
“Cek sound system, Kakak!” seru Miss Melly.
“Aman!” balas tim akamsi.
Alera melirik ke arah sound system dan nyaris tertawa. Semua anak akamsi ikut pakai seragam Pramuka! Pandangannya berhenti pada Jeje, yang ternyata juga sedang melihat ke arahnya. Alera melambaikan tangan.
“Itu Jeje ya? Ganteng banget!” celetuk Dein.
“Lah, gue juga ganteng!” protes Langit.
Dein mendengus. “Ngaca! Tengil banget sih!”
“Tapi ganteng kan? Ngaku, deh!” Langit nyengir.