Saat kabut itu mulai memudar, semua hal yang kuyakini selama ini secara sialnya juga ikut kehilangan pendar.
-Ethan Diggory-
Bunyi gedebuk mengakhiri perjalanan portal mereka. Jason mengaduh kesakitan saat lututnya membentur ujung meja karena dia terdorong Hillary yang tersandung kaki Leah saat mendarat di rumah Ethan dan Jason.
"Oh, jadi di sini rumahmu." Leah memandang sekeliling, terlihat tidak berdosa padahal telah mengakibatkan dua orang terguling di lantai.
"Wahai Tuan Diggory, kenapa kau bawa dua makhluk ini ke sini?!" Jason menuntut penjelasan pada Ethan yang mulai menyadari kesalahannya.
"Lalu, maksudmu kita berdua ditinggal saja di sana?!" Hillary tidak terima dengan ucapan Jason.
BRAK!
Seketika suasana menjadi hening. Ketiganya menoleh pada Ethan yang baru saja menggebrak meja—menyuruh mereka untuk tenang. "Sekali lagi ada keributan, aku akan menyihir kalian semua menjadi alas kaki!"
Ethan mendekat pada Lean dan Hillary. Sorot matanya jelas masih tidak bersahabat. Tanpa melepaskan pandangannya dari kedua wanita itu, Ethan meraih lengan keduanya dan mulai menerawang untuk mencari kebenaran dari perjanjian yang dari tadi terus diucapkan.
Tanpa mantra khusus, Ethan berhasil menembus memori mereka. Dalam sekejap, dia sudah berdiri di tengah-tengah kabut putih—bagian terdalam dari memori Leah dan Hillary.
Samar terdengar percakapan dari pria paruh baya, berambut cokelat seperti milik Hillary, dan mata hazel seperti milik Leah. Ethan semakin mendekat, ikut memperhatikan selembar perkamen yang memiliki tulisan khas abad pertengahan. Cukup menarik, tapi ada satu hal yang membuatnya lebih tertarik. Di akhir tulisan yang berisi perjanjian, terdapat cap sumpah darah yang saling mengikat.
"Mereka benar," gumamnya.
Seakan ditarik, Ethan tersentak; kembali pada masa kini—dengan kedua tangan yang masih memegang lengan Leah dan Hillary.
"Perjanjian itu memang ada. Semua yang mereka katakan benar," ucapnya pada Jason sambil melepas kedua tangannnya dari lengan Leah dan Hillary.
"Sudah kubilang dari tadi! Kau menyia-nyiakan energimu hanya untuk menerawang kami." Leah menatap kesal pada Ethan.
"Harus ada yang memastikan agar tidak mudah dibohongi, Ms. Anderson!" sahut Ethan tak mau kalah.
Leah menyelipkan anak rambut yang berantakan ke belakang telinga. Penerangan di dalam rumah yang lebih bagus, membuat wajahnya terlihat jelas. Garis wajah yang lembut tapi mengeluarkan ketegasan dan tatapan tajam yang terlihat selalu siap untuk mengoyak musuh. Dalam sudut pandang pria, Leah adalah sosok wanita yang luar biasa cantik.
"Terserah apa katamu saja, yang penting aku dan Hillary sudah melakukan kewajiban untuk menjaga kalian." Mata hazelnya mengilat. "Meskipun itu adalah hal yang sangat MEREPOTKAN."