“Asrama?”
Zephyr mengangguk dengan tangan kirinya menopang wajahnya diatas meja di kelasnya. “sekolah asrama mana?” tanya temannya yang tampak tertarik dengan ceritanya. “entahah, aku gak tahu nama sekolahnya, pokoknya, sekolah itu terletak di Kawasan dataran tinggi Jortun. Aku tak tahu kenapa dari sekian banyak sekolah berasrama di kota, kenapa ibu menyuruhku sekolah disana.” Temannya meminum susu kotak yang selalu dia bawa setiap hari. “jadi, bagaimana menurutmu?” ujar Zephyr sambil menempelkan sisi kanan wajahnya ke meja. “kurasa itu ide yang tidak terlalu buruk.” Zephyr melihat temannya yang terus meminum susu kotak itu. “aku akan sulit menghubungimu, Mezo,” ucapnya setelah helaan nafas yang panjang.
Mezo terseyum tipis dan menampar punggung Zephyr dengan cukup kuat untuk membuatnya terperenjat. “soal itu sih gampang, asalkan kau jangan lupa untuk menghubungiku saat kau kembali!” Zephyr tidak merasa lebih baik, namun Mezo menyikut lengan teman baiknya “bersemagatlah, kurasa kau akan banyak bersenang-senang! Kudengar dataran itu memiliki banyak kejutan.” Zephyr mengangkat bahu dan berkata, “kita lihat saja nanti.” Dia merapikan barang barangnya dan memasukkannya kedalam tas, lalu beranjak dari kursinya, “bareng?” tanyanya. Mezo menjawab dengan gelengan kepala.
“tapi sebelum kau pulang,” Mezo menggantungkan ucapannya seraya menggeledah tasnya, mencari cari sesuatu. Saat dia menemukan benda yang dia cari, dia menyodorkannya ke arah Zephyr “aku ingin memberimu ini. Mengingat kita mungkin takkan bertemu untuk beberapa bulan kedepan.” Zephyr menerima benda yang tampak seperti ranting kayu kecil dengan ujung lancip. “apa ini, Mezo?” pemuda itu mengatakan itu hanya pena biasa. “tapi kau pernah bilang kau menyukai hal-hal seperti itu bukan? Dan aku menemukannya di tumpukan barang-barangku.” Zephyr menatap benda itu, memang, sudah lama dia meginginkan pena berbentuk unik. “beneran nih? Biasanya kau takkan memberikan apapun yang berasal dari tumpukan barang-barangmu.” Mezo mengangkat bahu.
“aku tak pernah memakai benda itu. Aku lebih nyaman menulis dengan pulpen. Bukan pena. Anggaplah kenang-kenangan kecil dariku” Zephyr tersenyum dan menyimpan pena itu kedalam tasnya. “thanks, Zo. Aku duluan ya!” ujarnya seraya keluar dari ruangan kelas itu. Mezo menatap keluar jendela, menatap kepergian sahabatnya untuk beberapa saat.
~”~”~”~”~”~”~”~”~