Hedorâ Line

Jasmin Fahma Aulia
Chapter #5

aku melihatmu, Angin

“di... dimana aku?”

Zephyr terbangun dengan rasa sakit akibat hantaman keras di ubun-ubunnya. Dia menatap ke sekelilingnya, dia tak mengenali tempat itu. Apa yang terjadi?

~”~”~”~”~”~

Zephyr memutuskan untuk pergi dua hari setelah perbincangan itu, Tuan Freohr lantas melukis telapak tangan Zephyr dengan cat khusus sebagai tanda kesepakatan mereka, juga menandakan bahwa pemuda itu kini menjadi seorang chaer. Apa itu chaer? Itu adalah sebutan yang Nardén berikan pada orang-orang yang menerima permintaan mereka. Dalam bahasa mereka, chaer berarti penantang.

“ingat Zephyr, kau harus berhati hati. Kami hanya bisa membekalimu ini. Kuharap akan berguna.” Zephyr menerima tas berisi peta, pisau lipat, kompas... tidak lebih. Tapi Khati memberinya sebuah busur. “aku hanya menemukan ini. Kau bisa membuat panah?” Zephyr mengangguk, dia bersyukur dia mengetahuinya. “bagus, kau tahu apa yang harus kau lakukan, berhati-hatilah.” Zephyr mengangguk dan melangkah keluar dari gerbang. Agetha melambaikan tangannya, Zephyr menjawabnya dengan pelan, sedikit rasa percaya diri bertambah dalam dirinya. Aku tak boleh mengecewakan mereka. Pikirnya. Langkah-langkah pasti dia jejakkan, memulai perjalanannya pada fajar yang dingin itu.

 Langkahnya membawanya menjauh. Dia melihat deretan bunga mawar perak itu, auranya masih sama, batinnya. Dia pun berlari, meninggalkan gedung tua dimana semua temannya berada. Suara desahan nafasnya terdengar sangat keras, dia berusaha mengendalikan laju larinya selagi menyeimbangkan tubuh agar tidak terjatuh di jalan yang mulai berbatu itu. Tugasnya ialah mencari sesuatu yang bernama mhir crets yang Hedric sebut sebagai potongan kedamaian. Mhir crets ialah kertas yang berisi mantra untuk menghapuskan kutukan yang di tanamkan kaum Hedorâ pada mereka – itulah yang mereka percayai. Kertas itu terobek menjadi lima bagian dan tersebar di daerah Pegunungan Jortun sejak tuan Freohr mencoba merebutnya dari tangan musuh.

Masalahnya adalah, letaknya yang acak tidak bisa kaum nardén beritahukan pada Zephyr. Sekutu mereka tidak pernah menemukan tempat pasti dari kelima robekan kertas tersebut. Tak kusangka mereka punya sekutu, padahal mereka hantu... pikirnya. Tuan Freohr juga menitipkan pesan untuk menemui sekutu mereka sebagai perlindungan dirinya. Zephyr tidak mengambil pusing tentang itu, dan terus berlari. Sebuah batu yang kuat membuatnya tersandung dan jatuh. Pelipisnya tergores jalanan berbatu itu. Bajunya tertutup tanah di bagian yang menyentuh bumi. Dia mengacuhkan bajunya dan melihat kondisi syal yang dia gunakan, syukurlah, ini tidak apa-apa.

Dia membuka peta, tapi dia langsung menjejalkannya lagi. “untuk apa peta jika akhirnya aku harus menjelajahi seluruh gunung ini untuk mencarinya? Mari kita cari sumber air,” serunya kepada dirinya sendiri. Dia menyusuri jalan yang mulai menunjukkan hutan. Berjam-jam berlalu, kini matahari sudah berada cukup tinggi dari ufuk timur, tapi Zephyr masih belum menemukan sumber air. Dia menghela nafas, untunglah hari itu tidak terlalu panas, tapi tetap saja, dia memerlukan cairan. Dia memutuskan untuk berteduh dibawah pohon berbatang merah yang dia tak kenali namanya.

Selagi menikmati naungan itu, dia menerawang kesekitarnya, dia pun membuka peta karena tak ada lagi yang bisa dia lakukan. Ini hutan itu. Kalau di benda ini sih, sungai sudah dekat. Dia menyadari adanya garis penanda sungai di barat posisinya. “baiklah! Mari kita berjuang!” dia pun memasukkan petanya kembali ke dalam tas dan mulai berlari ke arah barat. Langkahnya sempat terhenti, instingnya mengatakan ada yang mengintai dibalik dedaunan pohon yang hampir gundul itu, tapi dia mengacuhkannya, siapa yang bisa bersembunyi diantara daun yang renggang itu? Pikirnya.

“sungai!” rasa senang pun datang mengganti lelah. Setelah minum hingga puas, dia mencari ranting-ranting kering dan menumpuknya untuk persiapan api unggun. Zephyr hanya melihat beberapa dedaunan yang bisa dimakan. Tapi dia tidak menemukan hewan. Lebih baik aku membuat beberapa panah. Pikirnya. Dengan keterampilannya, dia memotong, menguliti, dan meruncingkan beberapa kayu. Setelah 10 batang, matahari pun mulai bersembunyi. Zephyr mencabuti dedaunan yang dia kenali, dan memakannya untuk melewati hari itu. Berlari seharian terasa sangat menguras tenaganya. Setelah itu, dia menyulut api dengan sepasang batu yang dia temukan.

Dia menatap api yang menari-nari di kayu yang mulai memerah. Sihir... apa pada akhirnya aku bisa mengendalikan hal-hal ini? Dia merentangkan tangannya untuk mendapat lebih banyak kehangatan. Malam pertama terasa sangat dingin dengan sungai yang menggelegak di sampingnya. Dia memutuskan untuk tidur dengan keadaan duduk disana, para binatang mungkin sudah memulai hibernasi. Batinnya, mengingat musim gugur sudah bermula dua bulan yang lalu.

~”~”~”~””~”~”~

Dia terbangun saat sesuatu mengusik kayu bakarnya yang sudah padam. Tupai kecil itu langsung berlari melihat manusia dihadapannya terbangun. Zephyr menggeliat, merenggangkan ototnya yang kaku. Dia mendekati sungai dan mencuci wajahnya, lalu meminum air sungai yang jernih itu. “hm?” dia memasukkan tangannya ke sungai yang cukup dalam itu, mencoba meraih sesuatu yang dia lihat. Setelah membuat lengan kanannya basah seluruhnya, Zephyr menarik hal yang membuatnya penasaran.

Apa ini? Zephyr terus menarik benda itu, saat kakinya membuat tubuhnya berdiri tegak, benda itu baru tercabut dari sungai. Sebuah bulu hitam panjang berada di genggamannya yang direntangkan keatas. Bulunya memiliki panjang sekitar 1 meter. Burung apa ini? Aku belum pernah melihat bulu sebesar ini sebelumnya. Dia mulai berkhayal tentang monster dan makhluk-makhluk mistis. Dia melempar benda itu kembali ke asalnya. Dia berharap dia tidak menarik perhatian apapun yang ada disana. Dia menghela nafas, dan mulai melangkah masuk lagi kedalam hutan.

Beruntungnya, dia menemukan semak raspberry liar yang berbuah ranum. Dia memakan beberapa dan melanjutkan perjalanan.

Lihat selengkapnya