Hedorâ Line

Jasmin Fahma Aulia
Chapter #10

Terlalu Cepat Untuk Merasa Tenang

Mereka berdua panik, terutama Khitta yang melihat bentuk-bentuk yang terbentuk di dada monster itu. “Khitta, apa maksudnya?” Khitta menggeleng, dan kembali mencoba menebas sulur-sulur itu sekali lagi, namun usahanya tidak berhasil. “dia mengancam kita, mau seperti apapun kita berusaha, kita akan tetap dia makan.” Zephyr tersentak dan melihat benda itu semakin berguncang kuat. “Zephyr, kau bisa mengeluarkan pedangmu lagi tidak?” Zephyr panik dan menggeleng.

“itu hanya kebetulan! Aku tidak tahu apa yang aku lakukan tadi, tapi…” Khitta melompat untuk menghindari sulur-sulur yang bergerak liar kearah mereka. Zephyr menatap monster yang tidak bergerak itu, apa itu tadi? Siapa yang mengatakan hal itu? Khitta masih mencoba menghindari serangan yang semakin menggila itu. Zephyr tidak melihat visi apapun lagi, dan untuk pertama kalinya dia merasakan rasa panik sekuat itu.

Khitta kembali melompat dan berlari, kini dia dan Zephyr berada di dahan atas. Zephyr terengah mencoba mempertahankan posisinya di atas punggung Khitta. Tak disangka, monster kayu itu berjalan mendekat, sulur-sulur ungu di dadanya mengubah posisi dan bentuk yang mereka peragakan. Khitta menggeram kuat, “kita harus segera keluar. Dia akan mengejar kita.” Khitta menatap ke atas, dia mencoba memanjat hingga ke puncak.

Zephyr melihat ke belakang dan tersentak “KHITTA!!” kucing itu menumbuhkan perak di punggungnya yang membentuk kubah kecil sebelum sebuah batang besar menghantamnya untuk melindungi Zephyr. Khitta terhantam kebawah dan kubah perak itu menghilang saat kucing itu kehilangan kesadarannya.

Zephyr panik dan mencoba membangunkan Khitta, namun usahanya tidak berhasil. Apa yang harus aku lakukan? Zephyr mendengar suara memekakkan dari atas, sebuah lubang kecil tercipta saat seekor burung berwarna putih menerobos dedaunan itu. “Parrid!” teriaknya lega, namun suara berdesis di dekatnya mengalihkan perhatiannya. Di tempat berkas cahaya menyusup, sulur yang berada disana terbakar.

Burung itu bermanuver dengan indah dan cepat sebelum sampai ke dekat Zephyr. “akhirnya ketemu kau, kurasa aku melewatkan hal yang menarik.” Monster itu berhenti mendekat, dan saat cahaya kecil itu sudah tertutupi daun kembali, dia mulai bergerak dan sulurnya kembali menggila. “Parrid, buat lubang cahaya di atas! Kurasa itu kelemahannya.” Parrid tampak senang dan melesat ke atas dan menerjang dedaunan dengan kecepatannya.

Cahaya matahari menerobos masuk dan mengenai monster itu. Getaran hebat yang membuat telinga Zephyr berdengung mendadak muncul saat monster itu terbakar sinar matahari. “Aku tak bisa melubanginya lagi! Sayapku lelah! Jika kita akan pergi, kita pergi sekarang!” Zephyr bingung dengan keadaan Khitta, dia tak mungkin mengangkatnya dengan ukuran tubuhnya yang besar sekarang.

Dia menggertakkan rahangnya saat melihat dedaunan itu mulai menutup lagi. Parrid berusaha mati-matian agar daun itu tidak menutupi lubang cahaya itu. Zephyr melihat ke arah monster itu, dan menemukan seutas sulur kecil berwarna merah. Sebuah visi kembali terlihat di pandangannya, sulur itu tertebas dan visinya menjadi seterang cahaya mentari. Dia menatap tangannya, apa aku bisa melakukannya lagi?

“ZEPHYR!”

Teriakkan Parrid menghentakkan jiwanya. Bergeraklah, selagi aku masih bisa melihatnya! Dia menjejakkan kakinya dan berlari secepat yang dia bisa. Sulur-sulur menyerangnya saat tubuhnya sudah berada di naungan bayang-bayang. Dia menghindar dengan baik, hanya satu, pipinya tertebas sulur ungu yang tidak terdeteksi olehnya. Jangan berhenti! Dia terus memacu larinya, memanfaatkan sulur yang meleset untuk berlari ke atas. Tujuannya adalah, sulur merah di kepala monster itu.

Parrid tampak bingung dengan kelakuan manusia itu, tapi dia tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari daun yang terus menerus berdatangan dengan cepat. Zephyr berada di tubuh monster itu, dia mencengkram kuat-kuat di lekukan kayunya saat monter itu menghentak-hentak bumi dengan kaki raksasanya. Sebuah duri tiba-tiba muncul dan mengoyakkan bajunya di bahu kiri dan menggores dagingnya.

Menahan sakit, Zephyr kembali memaksa tubuhnya untuk naik, lompatannya kini menjadi lebih akurat dan tinggi. Dia hampir sampai. Kepala monster itu menatap Zephyr dengan banyak mata kuning menyala yang muncul dari kerutan kayu yang tampak berbelit di wajahnya. Hal itu mengejutkannya, tapi tak cukup untuk menciutkan nyalinya. Cahaya matahari semakin menipis.

Zephyr tak ingin berakhir disana. Dia menghentakkan kakinya di sulur itu dan meraih sulur lain lalu melempar dirinya ke atas kepala monster itu. Dia bisa melihat sulur merah itu, dan mencoba meraihnya, namun kepala itu bergerak liar dan membuatnya hampir kehilangan keseimbangan. Mata-mata kuning itu juga muncul di sekitarnya, membuat bulu kuduknya berdiri seketika.

Lihat selengkapnya