Hedorâ Line

Jasmin Fahma Aulia
Chapter #11

Di Ambang Kejatuhan

Zephyr mencoba mengendalikan tubuhnya, namun sihir itu sudah menguasai kesadarannya. Dia tak bisa mendengar apapun, namun jiwanya sangat sakit saat melihat tangannya menyerang Khitta dengan sihir yang tiba-tiba terbangun. APA YANG KAU MAU?! Kakinya melangkah mendekati burung kematian itu, dia tak bisa menolaknya. Khitta mencoba bangun, namun Zephyr memutar badannya dan merentangkan kelima jari di tangan kanannya.

Khitta! Berhentilah, BERHENTI! Zephyr kembali menyerangnya dengan angin yang kuat dan membuat Charget itu kembali merintih di tanah. Zephyr memaki dirinya sendiri yang begitu lemah terhadap sihir itu. Dia kembali berbalik dan semakin mendekati monster pembawa api itu. Zephyr mengerahkan seluruh kekuatannya, saat rahangnya bisa di gerakkan, dia berteriak sekuat mungkin.

“APA YANG KAU MAU DARIKU, SIALAN?!!” Raven tersenyum dengan paruh hitamnya, dia mengepakkan sayapnya, kabut hitam menutupi mereka. Zephyr mendapat kesadarannya kembali, namun dia tak bisa menembus kabut hitam yang panasnya diluar nalar saat di sentuh itu. “jangan mendekati itu, kau bisa mati.” Zephyr menoleh kearah makhluk setinggi 3 meter itu dengan wajah benci.

“oh, sekarang kau peduli. Tadi kau bilang kau ingin membunuhku.” Raven terkekeh dengan perkataan itu, “ingin bukan berarti akan, Zephyr.” Sial, sekarang dia tahu namaku. Raven berjalan mendekatinya, Zephyr ingin mundur, namun jika dia masuk kedalam asap itu dia akan berakhir. Moncong Raven mendekati telinga kiri Zephyr dan membisikkan sesuatu “tuanku melarangku melakukannya. Dia ingin menemui-mu sendiri.” Zephyr mencoba untuk tidak melompat, ekor tipis Raven menghalangi jalannya.

“lalu, mana orang itu?” Zephyr mencoba berbasa-basi selagi menahan gatal di tangannya yang semakin menjadi-jadi. Raven tertawa terbahak-bahak, “kau merasakan Mhir Crets di tubuhku bukan? Aku ini hanya burung tua yang tak bisa apa-apa selain mematuhi tuanku. Jadi...” Kaki depannya mencabut dua helai bulu dari sayapnya, tak terduga, bulu itu berubah menjadi dua potongan Mhir Crets. “ambillah.” Zephyr menahan tangannya, ini jebakan!

“bukan jebakan kok.” Zephyr terkejut dengan hal itu, makhluk itu tidak seperti yang Khitta ceritakan. “dengar ini bocah, tugasku sama sekali tidak menyenangkan jika aku tidak diperbolehkan membunuh targetku.” Makhluk itu melempar kedua lembar kertas usang bertepi cahaya magis itu ke tanah. “lagipula, kertas itu sama sekali bukan hal yang menarik bagiku.” Raven tersenyum saat telinga kecilnya bergerak seolah menangkap sinyal sesuatu.

“Apa yang lucu?!” teriak Zephyr melihat wajah sombong makhluk itu. Raven tertawa, matanya menatap Zephyr dengan tajam “kau tahu apa yang membuat penjagaan ini menyenangkan? Menguncimu disini, selagi temanmu mengerang pilu.” Makhluk itu hilang tersapu angin, bersama dengan terbitnya matahari dan hilangnya asap panas itu, Zephyr terbelalak, bahkan kakinya tidak bisa menopang tubuhnya dan berlutut. Air mata tumpah dari pelupuk matanya.

Hutan terbakar sejauh matanya memandang. Khitta dan Parrid tidak ada disana, sejumput bulu bersinar Khitta yang ternodai bercak merah tergeletak ditanah, membakar kemarahan Zephyr yang selama ini tertidur. Siapapun yang mempermainkan kita, orang itu keterlaluan. Tanah mulai bergetar, beberapa retakan muncul di sekitarnya. Krótalon!

Zephyr mengambil mhir crets yang dicampakkan oleh Raven dan langsung memacu larinya, ular raksasa itu muncul dari tanah, menerjang dengan cepat kearahnya dengan suara desisan yang mengerikan. Jangan berhenti! Ular itu menghalangi jalannya dan menghantam pemuda itu ke tanah. Zephyr mencoba tidak merintih, namun sakit di wajahnya tidak bisa ditolak. Darah mengucur dari hidungnya.

“tiga bagian ya... si Raven itu memang tidak seru. Tuan bilang tak apa selama dia tidak mati, kau dan aku akan bersenang-senang, chaer.” Zephyr berdiri dengan seluruh kebulatan tekadnya, “Dimana teman-temanku, Krótalon?!” Ular itu berdesis, mulutnya menyeringai, menunjukkan taringnya yang terlipat. “bagaimana jika kau cari saja sendiri? Lagipula, aku tak tahu kau memiliki ‘teman-teman’.” Zephyr membelokkan arahnya ke kiri dan berlari.

“oops, tidak secepat it...TU!” ekor Krótalon membanting Zephyr ke pohon, pemuda itu tak bisa merasakan kakinya, seluruh badannya terasa sakit. “sayang sekali, kau tak lagi memiliki charget yang melindungimu itu. Ya.... Toriad itupun tidak menginginkan keberadaanmu.” Zephyr merasa jengkel luar biasa, “apa... apa maksudmu?!” Ular itu terkekeh, lidah hitamnya menjulur keluar beberapa kali.

“kau akan segera mengetahuinya. Ketika kau menaruh harapan pada seseorang, lalu kau dihantam jatuh oleh mereka. Saat dimana kau merasakan penderitaan yang bernama kekecewaan...” Zephyr memaksa tubuhnya untuk berdiri, dia merasakan darahnya memanas, tangannya mengepal kuat. “Diam saja kau ular sok tahu.” Zephyr menerjang mendekati ular itu, Krótalon itu menyeringai lebar, namun saat dia hendak melahapnya, Zephyr melompat tinggi ke udara seolah sesuatu melempar tubuhnya.

Lihat selengkapnya