Hedorâ Line

Jasmin Fahma Aulia
Chapter #14

Cermin

Zephyr! Bangunlah! Zephyr!!

Magiacture itu mengerahkan seluruh tenaganya untuk menyembuhkan manusia yang tak sadarkan diri dan terjebak di pohon itu. Lukanya terlalu parah, terutama, lengan kirinya. Aku bukan seorang penetral racun... ular itu membelit lengan pemuda yang terluka itu dan merapal beberapa mantra, namun hasilnya tetap sama. “Khitta, dimana kau? Teganya kau meninggalkan anak ini sendirian.”

“tak mungkin...” burung itu tampak tidak percaya dengan penglihatannya, dia ingin memperingatkan rekannya tentang itu, namun plagis di sekitarnya terus saja menyerangnya. Dia terus bermanuver dan menghindari amukan tanaman sihir itu. Lalu sesuatu membuat mereka berhenti menyerangnya. “halo, burung kecil...” Toriad itu terkejut dan mematung, hanya kepakan sayapnya yang bergerak. “pergilah dari sini, peringatkan teman manusiamu, aku menunggunya disini.” Parrid terbang secepat mungkin dari sana, dia yakin sesuatu yang berbahaya terjadi padanya.

Krótalon berdesis beberapa kali, menatap hasil karyanya. “akan kuberi mereka keringanan,” ekornya menghantam patung itu dan menyibak wujud sebenarnya dari hal itu. “LEPASKAN AKU, ULAR SIALAN!” Krótalon menggeleng, lidahnya menjulur dan mengalirkan cairan hitam yang sama dengan yang merendam lawan bicaranya ke tanah. “diamlah, kau hanya umpan untukku, kucing kecil. Ini salahmu karena tidak bisa menang melawanku. Kau tahu? Anak itu terluka berkat dirimu.” Charget yang berada di hadapannya terbelalak tanpa bisa melakukan apapun.

Parrid menyusuri hutan dengan kecepatannya. Bersama dengan kepalanya yang melirik kesana kemari, dia meneriakkan nama Zephyr, berharap pemuda itu akan menjawab. Ular hijau itu mendengar teriakkan itu dan memanggil toriad itu untuk mendekat. “Toriad! Dia ada disini!! Teman Zephyr-mu itu!” Parrid terhenti dan berbelok tajam mendekati ular yang berada di tanah itu. “dimana?!”

Mereka menaiki pohon dimana Zephyr terjebak. Parrid tampak panik setengah mati. “aku sudah berusaha mengobati lukanya, aku bisa saja menurunkannya dari pohon ini, tapi aku takut dia terluka lagi.” Parrid memintanya menurunkan Zephyr dari sana bagaimanapun caranya. “kau bisa menyembuhkannya lagi di bawah.” Ular itu mengubah wujudnya dan mengangkat tubuh Zephyr dengan hati-hati.

“anak ini sudah terlalu lama menyerap racun wli. Dia memerlukan penetral racun, aku tahu plagis yang bisa melakukannya. Apa kau tahu rumput neu?” Parrid mengangguk sebagai balasan dan melesat secepat kilat untuk mencarinya. Wanita magiacture itu terus mengalirkan sihir penyembuh padanya, berharap dia bisa memperlambat penyebaran racunnya.

~”~”~”~””~”~””~”~”~”

Zephyr berdiri di ruangan hampa, dia menatap refleksinya sendiri dihadapannya. Bayangan itu tampak murung dan marah, berbeda dengannya yang memancarkan harapan. “hebat sekali, kau benar-benar beruntung, Zephyr. Jika saja ular bernama Vira itu tidak menemukanmu, kurasa kau sudah mati sekarang.” Zephyr merasa bingung dengan hal itu, “kau... kau juga aku bukan?” bayangan itu diam tak bergeming. “aku hanya bagian dari jiwamu yang ingin memperingatimu. Sudah puluhan hari sejak kau meninggalkan nardén.

Pemuda itu diam dan mendengarkan dengan baik, “dan berkali-kali kau nyaris mati karena hal ini. Mengapa kau tidak kabur saja? Katakan pada nardén kau tak bisa melakukannya lagi.” Zephyr membantah hal itu, “katakan padaku sekali lagi, dan kau akan tetap mendapat bantahan yang sama. Aku sudah sampai sejauh ini, aku takkan menyerah sekarang,” ujarnya berteguh pendirian.

“ya, ya... kau diselamatkan oleh keberuntungan yang besar. Jika kau terus menerus bergantung pada itu, kau takkan mempelajari apapun. Kau pikir mendapat warna biru pada matamu itu sudah cukup membanggakan? kau bahkan tak bisa menggunakannya untuk bertarung!” Zephyr menggertakkan rahangnya, dia merasa kesal terhadap bayangannya sendiri. “belum! Aku akan menguasai sihir ini!”

“KAPAN?! Kau membahayakan sekitaranmu dan dirimu sendiri! Lihatlah dirimu! Babak belur tanpa bisa melakukan apapun hanya karena kau tak bisa bertarung sendiri!” Zephyr terdiam, bayangannya bergerak mendekatinya. “kau pasti berfikir ‘aku memiliki Khitta, Parrid berpihak padaku’ dan lainnya sehingga kau sendiri bahkan tak tahu bagaimana cara mengendalikan sihirmu sendiri! Biar kuberitahu, jika kau terus menerus melakukan kebodohan ini, kalian akan mati!”

Zephyr tertunduk memikirkan hal itu. “apa yang kau pikirkan saat menunggangi Raven saat itu?! Menungganginya sambil menyuruh monster itu menunjukkan dimana Tenox berada? Aku tidak percaya diriku sebodoh itu.” Zephyr meraung marah, “lalu mengapa kau tidak menghentikanku, Tuan sok tahu?!” bayangan itu menatapnya dengan tatapan marah. “dengar! Aku ini hanya suara-suara dari dirimu! jika kau tidak berfikir dua kali sebelum bertindak, mana bisa aku menghentikanmu, diriku?!” semburnya dengan jari telunjuk yang menusuk dada Zephyr.

Lihat selengkapnya