Hedorâ Line

Jasmin Fahma Aulia
Chapter #17

Nightmare

  Khitta terus berlari menghindari serangan-serangan akar berduri berkecepatan tinggi disana. Sial! Aku jadi lebih jauh dari tepi hutan ini! Para tumbuhan disana seolah tidak membiarkan mereka meninggalkan tempat itu, jelmaan manusia kayu itu juga menyerang secara berkala. Sejauh ini belum ada yang terluka, namun Khitta mulai kelelahan berlari seharian. Zephyr merasa menjadi beban, para pohon dan semak disini benar-benar agresif.

Sebuah sulur berduri menggores kaki charget itu dan memperlambat lajunya. “Khitta! Kau, tak apa-apa?” Khitta mengiyakan dan masih terus berlari. Manusia kayu itu mengeluarkan suara derak kayu tua saat menggerakkan kepalanya, “putih... coklat... tidak... tahu,” gumamnya menggema menakutkan. Zephyr memikirkan perkataan makhluk itu, tak mungkin sebuah tanaman bisa tahu dimana mereka dengan akurat. Parrid menancapkan sebatang bunga wli pada bocah pohon itu dan membuatnya hancur.

“ayo pergi, itu takkan bertahan lama!” mereka bertiga pergi menjauh, meninggalkan pohon gila itu sendirian. Mereka bersembunyi di sebuah gua yang gelap. Khitta menurunkan Zephyr dari punggungnya dan mengecil. Dia menjilati lukanya sambil menggigil, Zephyr prihatin melihat keadaannya, dia meminta maaf. Zephyr pun terjatuh sambil mencengkram lengan kirinya.

“oh tidak, kalian takkan bertahan dalam keadaan seperti ini! Ini salahku! Salahku! Salahku!” teriak Parrid frustasi. Zephyr tidak setuju dengan hal itu. “ayolah Parrid, kau sudah menyelamatkanku beberapa kali sejak di Mandata. Kau memang meracuniku, tapi kau berusaha menolongku sejak itu.” Khitta tampak terkejut dengan pernyataan itu, “apa maksudmu meracuni?” Parrid menjelaskan semuanya, kenyataan yang dia paparkan membuat Khitta marah, tapi Zephyr mencoba menenangkannya.

“Kita harus mengalahkan ular itu segera. Tapi aku tidak yakin aku bisa.” Zephyr menghela nafas, Khitta mengerti hal itu tak mungkin semudah yang di bayangkan. “Krótalon memiliki sihir tanah dan racun. Dengan kekuatan kita, akan sangat sulit untuk mengalahkannya.” Mereka menyadari hari mulai malam, dan keadaan akan gelap gulita jika tanpa bulu putih Khitta. Zephyr mendengus kesal karena kelemahannya. Emosi mulai bercampur di dalam dirinya.

“pohon itu takkan muncul hingga siang hari, jadi kita bisa menyerang ular itu hingga saat itu.” Zephyr terkejut, siang hari... dia mengingat lagi perkataan pohon itu, putih? Coklat? Tak tahu? Pasti itu berarti sesuatu. Zephyr menoleh ke arah Khitta yang berwarna putih, lumpur yang menutupi sebagian besar tubuhnya, “Khitta, kau pernah menghadapi monster ini bukan? Pohon itu... apa dia benar-benar pintar?” Khitta menggeleng.

“dari luar dia terlihat seperti manusia, tapi tidak untuk kepalanya. Dia cukup bodoh untuk melepaskan Tio yang berada di hadapannya saat itu, chaer yang bersamaku namanya Tio.” Zephyr menanyakan keadaan langit saat itu. “kurasa mendung, kenapa?” dia semakin yakin dengan pendapatnya, dia merasa tidak setuju dengan pendapat Parrid untuk menyerang Krótalon sebelum siang. “hey, aku punya rencana, tapi ini memang pertaruhan, sih.” Kedua temannya tampak tertarik pada rencana ini.

“kita akan mempertemukan mereka berdua.”

~”~””~”~”~”~”~”~””~”~

“JANGAN BIARKAN KRÓTALON KABUR!” Khitta membesarkan tubuhnya dan menghantam kepala ular itu dengan seluruh kekuatannya. Krótalon berdesis kesakitan dan mencoba melucuti ekornya ke kaki charget yang menahan kepala dan tubuhnya. Namun Parrid dengan kecepatannya menancapkan sebuah tangkai plagis dari Mandata ke ekornya. Ular itu menjerit pilu dan mulai mengerang. “AAKHH!!! Apa yang kalian inginkan?!” Zephyr mendengakkan kepalanya, matahari mulai naik ke singgasananya, dan pepohonan mulai bergetar.

“Khitta!” dengan ekornya yang memanjang, kucing itu membelit sebuah pohon dan menancapkannya ke tubuh ular itu. Krótalon mengerang dan membuat dedaunan berguguran. Zephyr dan yang lainnya mundur dan bersembunyi di suatu tempat. Krótalon tidak bisa bergerak, dia terus meronta, tapi setiap gerakannya membuatnya menderita. “kalian pintar juga, tunggulah, aku takkan…”

“penyusup… lawan…. Racun…” Ular itu panik mendengar suara itu, batang pohon yang ada di tubuhnya mendadak menjalarkan akar-akar berduri ke tubuhnya, mengoyak dagingnya hingga darah memuncrat kemana-mana. Raungan pilu menggema ke seluruh hutan, tidak mungkin ada yang melewatkannya. Zephyr menutup telinganya karena dengungannya menyiksa pendengarannya. Sampai beberapa menit, suara itu berhenti. Khitta menyembulkan kepalanya keluar gua kecil itu dan melihat pepohonan dan manusia kayu itu mulai meninggalkan wilayah itu.

“dia sudah pergi. Dan…” Zephyr langsung keluar dari sana dan menatap lurus dengan mata terbelalak. Krótalon hancur berkeping-keping, cairan hitam mengalir dari setiap bagian dagingnya dan mengeluarkan aroma busuk yang menjijikan. Rahangnya membuka lebar di kepalanya yang tersisa, sebuah cahaya terlihat dari pangkal kepala bangkai ular itu.

Lihat selengkapnya