Hedorâ Line

Jasmin Fahma Aulia
Chapter #18

Kemungkinan terburuk

Khitta mendapatkan penjelasannya saat Zephyr sudah mulai menenang. “cih, mereka memang benar-benar licik! Perkataannya pasti omong kosong, jangan kau anggap serius, Z” Zephyr menggeleng, dengan kepala tertunduk dia berkata “dia memberikan gambar-gambar visi yang cukup jelas, dia bahkan menampilkan wajah ibuku dengan serupa. Bagaimana jika itu benar? Bagaimana jika aku memang keturunan orang itu? Dan memang kenyataannya ibuku tidak pernah menceritakan apapun tentang ayahku.” Keheningan melanda mereka berdua ditengah angin yang mulai menderu.

“aku tidak mau bertemu dengan tuan mereka. Aku tidak berani. Tapi dia bilang bersama satu orang lagi. Berarti ada yang bisa mematahkan sihir itu selain dia. Aku bisa saja menemukan orang itu, dan memintanya untuk mematahkan sihir itu.” Khitta mengangguk mengerti, tapi kemana lagi mereka harus pergi? Mencari lagi seorang Hedorâ di pegunungan itu akan memakan waktu lebih lama lagi.

“Zephyr, kau lelah bukan? Mengapa kau tidak turun saja dan lupakan semua ini. Jika aku tahu begini akhirnya, aku akan langsung memberitahu Freohr sejak pertama kali dia meminta bantuanku.” Zephyr menjepit ekor kucing itu ke tanah sekuat tenaganya hingga dia mengerang “sekali lagi kau memintaku turun gunung, aku akan menerbangkanmu ke langit, charget.” Khitta terintimidasi dengan tatapan menyala dari mata Zephyr. “aku takkan menyerah, sampai aku puas dan bisa menyapukan kemarahanku pada orang itu” Khitta menarik ekornya dan mengangguk.

“beri aku waktu untuk berfikir, aku takkan menyerah saat aku sudah sejauh ini.” Zephyr membuat api dengan kayu yang Khitta kumpulkan sebelum badai menderu, apinya tidak besar, tapi cukup untuk menghangatkan gua itu dengan cahayanya yang redup. Zephyr menatap tangannya dan mengepalnya kuat-kuat, dia tidak boleh mati disana, tidak sebelum bisa menguak identitas tuan pengendali para penjaga itu dan membebaskan Nardén dari penderitaannya. Dia tidak perduli lagi, apapun kenyataannya, dia akan menolong kumpulan arwah yang sempat menjadi temannya itu.

Badai berhenti berkecamuk setelah terus berderu sepanjang malam. Zephyr merasa sesak setiap saat dia bernafas, dia merasa aneh dengan Khitta yang tidak terlihat terganggu sama sekali oleh udara dingin yang bersuhu dibawah titik beku itu. Zephyr terus mendekap dirinya sendiri, terutama tangan kirinya yang sering terasa mati rasa. “Khitta, apa kau punya saran kemana manusia bisa menetap di pegunungan ini?” Khitta menggeleng. “belum pernah ada manusia yang menetap di suatu tempat disini. Setiap pendaki nekat yang datang kemari biasanya menjelajah dan mati atau menjadi gila. Tapi, jika untuk kemungkinan tempat untuk di tinggali di gunung dan dataran Jortun hanya ada satu kemungkinan.”

Zephyr terkejut saat mendengar Khitta mengatakan tempat itu, “tapi kita akan menemukan jalan buntu! Kita takkan menemukan kaum Hedorâ disana! Itu tempat semua arwah Nardén berada!” Zephyr tetap ingin mencobanya, dia tidak mau memperpanjang hal ini lagi. “sekolah itu adalah markas Nardén. Ada kemungkinan si ‘last boss’ ini ada disana. Aku tidak perduli lagi, aku akan kembali, jika tak ada apapun disana, aku akan kembali ke hutan ini dan memulai dari awal lagi.”

~”~”~”~”~”~”~”

“RAVEN! KAU SUDAH SELESAI?!”

Suara serak Raven terdengar di telinganya. Wajahnya menunjukkan sunggingan senyum yang lebar, jantungnya berdebar kuat bersama dengan adrenalinnya yang terpacu. Dia menoleh kearah dart yang dia lemparkan saat itu, “Zephyr, kau dengar itu? Kita akan bertemu, sekarang juga. Aku akan membuatmu menyadari kesalahanmu, aku akan menghancurkanmu.” Dia mengambil ponsel dan menekan sederet nomor. Dering telepon itu membuatnya semakin bersemangat.

Halo?

“halo nyonya, ini aku! Bisa aku meminta satu permintaan?”

~”~”~”~”~”~”~”~

Khitta membawa Zephyr di punggungnya, menyelimutinya dengan bulu-bulunya yang tebal agar dia tidak kedinginan. “masih jauh?!” Khitta mengangguk di tengah larinya, “jarak Elia dan Nardén cukup jauh, bahkan dengan kecepatanku sekarang, kita akan sampai dalam 2 hari. Tetap saja, aku perlu istirahat.” Zephyr mengerti dan tidak menggubris apapun lagi. Khitta mencoba berlari secepat yang dia bisa di salju yang tebal itu. Kucing itu mencari sungai dan menurunkan Zephyr di dekat sana. “kau ingin memancing?” Khitta mengangguk dan memintanya menunggu sebentar.

Zephyr duduk di tepi sungai itu dan mulai merasa pusing, kepalanya berputar-putar, dan kata-kata aneh terngiang-ngiang di kepalanya. Perasaan apa ini? Khitta menyembulkan kepalanya yang basah bersama seekor ikan yang besar. “Zephyr? Kau tidak apa? Kau terlihat pucat.” Zephyr menggeleng, “aku hanya kedinginan.” Zephyr terus merasa seseorang tengah berbisik padanya, bisikan-bisikan tidak jelas yang membuatnya merinding, dia bahkan membayangkan seekor monster sedang mencengkramnya kuat-kuat.

“ZEPHYR!” pemuda itu terkejut setengah mati hingga untuk sesaat dia berfikir jantungnya melewatkan satu detakan. “aku memanggilmu beberapa kali! Apa kau bisa membersihkan ikan ini? Aku mana bisa memasak sendiri” Zephyr mengangguk dan meminta maaf, dia langsung membersihkan sisik dan isi perut ikan yang baru saja mati itu. Zephyr lalu membakar ikan itu sambil terngiang-ngiang akan hal yang tadi. “Zephyr, kau melamun lagi. Apinya padam. Kau membakarnya terlalu dekat.”

Lihat selengkapnya