Heir of Shadows

R. Rusandhy
Chapter #1

THE GHOST IN SUBURBIA

Scene 1: The Normalcy Illusion Lokasi: Halaman Belakang Rumah Liem - BSD Pinggiran Waktu: 07:00 WIB

Matahari pagi di BSD emang beda. Nggak kayak Jakarta Pusat yang udah bau knalpot jam segini, di sini udaranya masih bisa dibilang 'mahal'.

Di halaman belakang yang rumputnya dipangkas rapi standar kontraktor high-end, Darren Liem duduk santai di kursi rotan. Dia pake kaos oblong putih polos yang agak kegedean dan celana pendek selutut. Kacamata bulat frame tipis hitam bertengger di hidungnya, bikin muka baby face-nya kelihatan makin nggak berbahaya—tipe mahasiswa kupu-kupu yang kalau diajak tawuran bakal pura-pura pingsan duluan.


"Sini, Choco! Good girl!"

Seekor Golden Retriever berbulu emas mengkilap lari tergopoh-gopoh ngejar bola tenis. Lidahnya melet, ekornya wagging antusias banget sampe pinggulnya ikut goyang. Choco, satu-satunya makhluk di rumah ini yang nggak punya agenda pembunuhan di kepalanya.


"Hup!"

Choco melompat, tapi kalkulasinya meleset. Bokong gembul anjing seberat 30 kilo itu nyenggol meja kopi di samping Darren.

Kling.

Gelas highball berisi cold brew di atas meja terpelanting. Jatuh.

Hukum fisika bilang gelas itu harusnya pecah dalam 0,5 detik. Kopi harusnya nyiprat ke lantai marmer mahal itu.

Tapi buat Darren, dunia mendadak bergerak dalam slow motion.

Dia nggak panik. Dia nggak kaget. Matanya cuma geser sedikit. Tangan kirinya yang tadi lagi megang buku Psikologi, bergerak secepat kilat tapi selembut sutra. Bukan gerakan menepuk, tapi gerakan menyapu.

Tap.

Gelas itu tertangkap tepat dua senti sebelum nyium lantai. Cairan kopi di dalamnya bahkan nggak tumpah setetes pun.

Choco mendarat dengan bunyi brukk, lalu nengok ke Darren dengan muka polos. "Did I do something?"

Darren naruh balik gelas itu ke meja tanpa suara. Dia senyum, ngusap kepala Choco.

"Hampir aja, Cho. Paman bisa ngomel kalo marmernya kena noda kopi," gumam Darren pelan. Suaranya tenang, datar, seolah dia barusan nggak mematahkan hukum inersia.

Inilah ilusi terbesar Darren Liem. Di luar, dia cuma soft boy pecinta anjing. Di dalam? He’s a glitch in the matrix.

Scene 2: The Bunker Lokasi: Underground Facility (Kedalaman 10 Meter) Waktu: 08:30 WIB

Suasana berubah 180 derajat.

Dibalik lemari buku mahoni di ruang kerja ayah yang jarang dibuka, ada lift biometrik yang cuma ngerespon sidik jari keluarga Liem. Pintu lift terbuka, dan aroma kertas tua berganti sama aroma besi dingin, oli senjata, dan keringat dingin.

Ruangan ini kedap suara, luasnya hampir sama kayak rumah di atasnya. Di sudut ada rak senjata—dari throwings knives sampe sniper rifle modern—yang berjejer rapi kayak etalase toko mainan setan.


Lihat selengkapnya