Scene 1: Cornered Lokasi: Catwalk Baja (Lantai 2 Gudang) Waktu: 00:20 WIB
Napas Darren terdengar berat dan basah di balik masker hitamnya. Darah dari lengan kirinya menetes konsisten, menciptakan jejak merah di tangga besi berkarat saat dia mundur ke lantai atas.
Tes... tes... tes...
Dia terpojok. Di depannya, Ferdy Antonio berjalan santai menaiki tangga. Golok di tangannya menyeret di railing besi, menciptakan bunyi ngiiing yang bikin ngilu. Di bawah sana, 6 meter dari catwalk, tumpukan peti kemas berserakan kayak batu nisan raksasa.
"Mentok kan, Tikus?" Ferdy tertawa, napasnya bau alkohol busuk. "Di atas sini nggak ada oli, nggak ada air. Cuma jalan lurus menuju neraka."
Darren mundur sampai punggungnya menabrak pagar pembatas ujung catwalk. Dead end. Tangan kanannya menggenggam pisau lipat taktis erat-erat sampai buku jarinya memutih. Tapi tangannya gemetar. Bukan karena takut mati, tapi karena dia tahu apa yang harus dia lakuin buat selamet.
Ferdy berhenti tiga langkah di depan Darren. Dia nggak langsung nyerang. Dia menikmati momen ini. Dia ngeliat keraguan di mata Darren.
"Loe punya skill, Bocah. Gue akui," Ferdy nyeringai, matanya yang merah menatap Darren dengan rasa jijik. "Tapi mata loe... mata loe terlalu bersih. Loe nggak punya nyali buat nyabut nyawa. Loe cuma turis yang main ninja-ninjaan."
Ferdy mengangkat goloknya tinggi-tinggi. "Dunia ini milik pemangsa, Dek. Dan malam ini, loe menunya."
Scene 2: The Decision Lokasi: The Catwalk Waktu: 00:22 WIB
Waktu seolah melambat (slow motion). Darren menatap bilah golok yang siap menebas lehernya. Di kepalanya, suara Kakek Liem bergaung.
"Kamu itu srigala, Darren. Kamu bisa pake baju domba seumur hidupmu, tapi suatu saat kamu bakal laper."
Darren menatap Ferdy. Dia nggak ngeliat manusia lagi. Dia ngeliat ancaman. Dia ngeliat penyebab Adrian dipenjara. Dia ngeliat kanker yang harus diangkat biar orang-orang yang dia sayang bisa hidup.
Kalau dia ragu sekarang, Adrian mati. Kakek mati. Paman mati. Niat membunuh yang selama ini dia kubur dalem-dalem di bawah persona "mahasiswa psikologi", mendadak meledak keluar. Dingin. Gelap. Absolute.
Darren memejamkan mata sesaat. "Maaf, Ma. Maaf, Pa," batinnya. "Anak kalian nggak bisa jadi orang baik malam ini."