Scene 1: The Digital Leash Lokasi: Parkiran Motor JIFU (Basement P2) Waktu: 14:00 WIB
Basement parkiran JIFU terasa lembap dan bergema. Darren berjalan cepat menuju Kawasaki Ninja ZX-6R hitamnya yang terparkir di sudut terpencil—jauh dari jajaran Vespa matic dan Harley milik anak-anak orang kaya.
Setiap langkah mengirimkan sinyal nyeri tumpul dari bahu kirinya yang melepuh. Gesekan kemeja flanel di atas perban barunya rasanya kayak amplas kasar.
Ting.
HP di saku celananya bergetar. Satu pesan masuk. Enkripsi level rendah, tapi kodenya familiar. Sender: Uncle T. Message: "Extraction point compromised. Move to South Gate. Black Alphard. Plate B 1990 RFS. 5 minutes."
Darren berhenti sejenak, memandangi layar HP-nya. Alisnya berkerut. "RFS?" batinnya. "Paman benci plat pejabat. Terlalu mencolok buat klan Liem yang main di bayangan."
Tapi situasinya mendesak. Andrea sudah curiga. Drone Black Hornet masih berdengung di luar sana. Mungkin Paman Tjandra sengaja pakai plat palsu pejabat untuk menembus blokade East Wing? Logis.
Darren naik ke atas motor. Dia memutar kunci kontak. Panel instrumen digital menyala. VROOOOM. Suara mesin 4-silinder meraung rendah. Getaran mesin merambat ke setang, dan damn, bahu kiri Darren langsung protes keras.
"Tahan, Liem. Tahan," geramnya. Dia menggigit bibir bawah sampai berdarah untuk mengalihkan rasa sakit.
Darren memacu motornya keluar dari basement, menanjak menuju ramp keluar. Sinar matahari Jakarta yang terik langsung menyengat matanya. Dia berbelok menuju Gerbang Selatan.
Di sana, sesuai pesan, sebuah Alphard hitam dengan plat RFS terparkir dengan mesin menyala. Kaca gelap. Pintu geser samping sedikit terbuka, seolah mengundang.
Darren melambatkan laju motornya. Jarak 50 meter. 30 meter. Mode analisis aktif.
"Itu bukan jemputan. Itu peti mati."
CKIT! Darren melakukan hard braking dengan tangan kanan, ban belakangnya terangkat sedikit (stoppie). Saat ban belakang turun, dia membanting setang ke kanan paksa untuk putar balik 180 derajat. "ARGHH!" Bahu kirinya menjerit saat menahan beban motor seberat 190kg itu.
Pintu Alphard terbanting terbuka. Bukan Paman Tjandra yang keluar. Tapi empat pria berseragam taktis hitam lengkap dengan rompi anti-peluru dan senapan serbu HK416 laras pendek.
"TARGET BERGERAK! AMBIL!"
DOR! DOR! Dua tembakan peringatan menghantam aspal, tepat di bekas ban motor Darren. Pecahan aspal menggores fairing motor.
Darren membetot gas. ZX-6R menjerit, melesat menjauhi Gerbang Selatan menuju jalan raya. Jebakan gagal. Perburuan dimulai.
Scene 2: The Highway Hunt Lokasi: Jalan Raya Outer Ring Road (JORR) - Arah BSD Waktu: 14:10 WIB
Lalu lintas JORR siang itu padat merayap, tapi masih bisa ditembus motor. Darren menyelip di antara celah sempit mobil-mobil, spionnya nyaris menyenggol bodi kendaraan lain.
Speedometer: 80... 100... 120 km/h.
Di belakangnya, sirene meraung. Bukan polisi. Tiga unit Mitsubishi Pajero Sport hitam dengan bullbar besi di bumper depan membelah kemacetan. Khas konvoi pejabat arogan atau ormas, tapi kali ini isinya tentara bayaran. Mereka naik ke bahu jalan, memaksa mobil-mobil sipil minggir paksa.
Satu Pajero berhasil menyusul dari jalur kiri, mencoba memepet Darren ke pembatas jalan beton (jersey barrier). "Minggir atau mati!" terdengar suara dari megaphone mobil itu.
Darren tidak bisa nge-rem. Tangan kirinya gemetar hebat. Kalau dia downshift gigi sekarang, koplingnya bakal bikin bahunya lepas. Dia melihat celah sempit di depan—antara truk kontainer dan bus angkutan umum. Celah kematian.