Scene 1: The Green Ghost Lokasi: Lantai 4 - Gedung Konstruksi (Koridor Beton) Waktu: 14:40 WIB
Dunia di mata Tim Alpha berwarna hijau fosfor. Melalui lensa Night Vision Goggles (NVG) PVS-14, lorong beton yang gelap gulita itu terlihat terang, berbintik-bintik digital (grainy).
Enam operator bergerak dalam formasi Diamond. Langkah mereka senyap, diredam oleh sol karet taktis. Laras HK416 dengan suppressor menyapu setiap sudut. Kiri. Kanan. Atas.
"Clear," bisik Pointman (orang terdepan) melalui radio. "Lanjut. Cek ruangan di jam 3," perintah Hansen dari saluran komando.
Di atas mereka, menggantung di antara celah duckting AC yang belum jadi, Darren Liem menahan napas. Dia merenggangkan kaki dan tangan kanannya di antara dua dinding sempit (teknik chimney climbing). Tangan kirinya yang cedera dia tempelkan pasif ke dada, gemetar menahan sakit. Darah dari bahunya menetes pelan.
Tess.
Satu tetes darah jatuh tepat di bahu rompi operator nomor 4. Operator itu berhenti. Dia menyentuh bahunya. Basah. Dia mendongak.
Di lensa NVG-nya, dia melihat heat signature samar. Dan sepasang mata yang menatap balik.
Sebelum dia sempat teriak "CONTACT!", Darren menjatuhkan dirinya. Bukan mendarat di lantai. Dia mendarat tepat di atas leher operator itu. Gravitasi + Berat Badan = Senjata.
KRAK. Bunyi tulang leher bergeser. Operator itu ambruk instan tanpa suara. Darren berguling ke samping, menyatu dengan kegelapan di balik pilar beton, tepat saat dua temannya menoleh.
"Man down! Man down!" "Sektor 4! Kontak di atas!"
Sinar laser inframerah menyapu langit-langit. Kosong. Hantu itu sudah pindah.
Darren meringis di balik pilar. Pendaratan tadi mengirimkan sengatan listrik rasa sakit ke bahu kirinya. Rasanya mau pingsan. Tapi dia menggigit lidahnya sendiri sampai berdarah untuk tetap sadar. "Satu tumbang. Lima lagi."
Scene 2: Psychological Warfare Lokasi: Lantai 4 - Area Terbuka Waktu: 14:45 WIB
"Formasi rapat! Back to back!" teriak pemimpin regu Alpha. Lima sisa operator merapat, membentuk lingkaran pertahanan. Mereka membidik ke segala arah. Kegelapan di sekeliling mereka terasa hidup.
Hansen, yang masih berada di tangga lantai 3 (bergerak naik), mendengar kekacauan itu di radio. "Status?" tanya Hansen tenang. "Satu personel down. Leher patah—tunggu, nadi masih ada! Dia pingsan, Komandan! Pingsan teknik choke."
Hansen tersenyum tipis di kegelapan tangga. "Dia tidak membunuh," gumam Hansen. "Sombong sekali kamu, Liem. Masih sempat main bersih di kondisi begini?"
Di lantai 4, Darren mengambil radio dari mayat operator yang pingsan tadi. Dia menekan tombol Push-to-Talk (PTT).
"Cek... cek..." Suara napas Darren terdengar di earpiece semua anggota tim Alpha. Berat. Serak.