Usai memutuskan tinggal bersama Bella dan ibu mertuanya, Romeo lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Berbanding terbalik dengan Romeo yang selalu terlihat santai, Bella yang sedang giat-giatnya meniti karir justru jarang di rumah. Semasa sekolah hingga kuliah Bella memang berprestasi, itu pula yang membuat berbagai tawaran pekerjaan datang dengan sendirinya. Ia juga lulus dari perguruan tinggi lebih cepat dari waktu pada umumnya. Di usia 21 tahun, Bella telah menjadi asisten sutradara film-film layar lebar.
Ketiadaan Bella di rumah mulai dimanfaatkan oleh Romeo untuk mendekati Helena. Meski yang terlihat masih sebatas perilaku-perilaku wajar. Namun, terkadang terselip sisi genit dalam sikapnya.
“Biar Meo aja yang angkat, Ma. Masa cantik-cantik ngangkat galon. Bisa-bisa Mama Bohay berubah jadi kayak atlit binaraga.” Ciri khas-nya, ketika sedang menggoda, Romeo selalu menggerak-gerakkan alisnya beberapa kali.
Helena yang masih belum menaruh curiga pun tidak menyadari bahwa menantunya sedang berusaha mencuri hatinya. “Ah, Mama udah biasa ngangkat-ngangkat gini. 21 tahun udah ngerjain semua sendiri.”
Ia membiarkan Romeo membantu, lalu melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya. Saat sedang menyapu, tiba-tiba saja Romeo menyentuh tangannya yang menggenggap gagang sapu.
Helena pun terkejut. “Aduh! Romeo, ngagetin aja.”
Pria berusia 25 tahun itu berdiri tepat di belakang Helena, hingga dadanya bersentuhan dengan pundak wanita yang saat itu mengenakan kaos agak ketat dan celana selutut. Romeo tersenyum, lalu lagi-lagi mengucap kata-kata yang sedikit kurang pantas bila diucapkan kepada ibu mertua. “Sayang ya tangan halus Mama dipake buat ngurusin pekerjaan rumah tangga.”
“Ini kan kewajiban. Semua perempuan pasti melakukannya.” Helena menimpali sambil menjauh dari Romeo. Ia mulai merasa sedikit risih dengan sikap menantunya.
“Ga semua wanita, ah. Buktinya Meo jarang liat Bella nyapu. Kalo nyapu pun masih ada kotor-kotornya. Ga sebersih Mama. Tu liat lantainya kinclong, kayak kulit Mama.” Romeo masih terus memuji Helena.
Bukannya senang, Helena justru tersinggung mendengar perktaan Romeo yang terkesan menjelekkan Bella. Ia pun membela putri kesayangannya. “Bella bukannya ga bisa bebersih. Dia sibuk kerja. Jadi ga ada waktu untuk beberes. Lagi pula semua udah Mama yang urus.”
“Ya ... tapi kan lebih baik lagi kalo bisa sempurna kayak Mama. Udah cantik, rajin beberes, juga tetep bisa kerja, kan? Mama ngurus toko kue.” Romeo seolah tak menyadari kekesalan di hati Helena.
Menerima reaksi Romeo, raut wajah Helena berubah. Tiba-tiba ia bertanya, “Kamu sendiri. Gimana rencana bisnis kamu? Udah tiga bulan di rumah aja, nih.”
Seketika Romeo pun salah tingkah. Ia berusaha menghindar dari pembicaraan yang berkaitan dengan pekerjaannya. “Ah, itu gampang. Meo bisa nyuruh anak buah. Mama mau makan apa siang ini?”
Sayangnya, Helena tak teralihkan, ia masih ingin tahu soal pekerjaan. “Memang bisnis apa sih yang mau kamu jalankan? Mama masih kurang paham, deh.”
“Bisnis traveling,” jawab Romeo singkat.
“Bisnis traveling gimana, tuh?” Helena pun semakin ingin tahu.
Romeo mengalihkan dengan berpura-pura melupakan sesuatu. “Meo ke kamar dulu, Ma. Lupa, ada janji mau telpon klien.”
Tanpa persetujuan, Romeo pergi begitu saja. Helena pun mengernyitkan dahi karena melihat sikap aneh menantunya.
***
Setengah tahun sudah tinggal bersama, Romeo semakin sering menunjukkan sikap tidak wajarnya sebagai menantu. Ia bahkan beberapa kali menawarkan diri untuk memijat punggung Helena. Namun, selalu ditolak. Hingga suatu hari, ketika baru keluar dari toilet setelah mandi, tiba-tiba saja Romeo sudah berada di kamar Helena. Helena yang saat itu hanya mengenakan handuk pun sontak terkejut.
“Romeo, kok kamu bisa masuk? Kan pintunya Mama kunci!”
“Ah, iya, Ma. Meo masuk lewat jendela,” ucapnya tanpa menunjukkan sedikit pun rasa canggung.
“Ngapain?!” tanya Helena dengan nada tinggi.
“Mama tadi bilang sabun habis, kan? Ini Meo ambilin.” Romeo menyerahkan sabun.
Setelah menerima, Helena bergegas menuju pintu dan membukanya. Ia meminta Romeo segera keluar. “Lain kali ga usah inisiatif gitu. Mama bisa ambil sendiri.”
Menantu yang matanya terlihat jelalatan memandangi tubuh Helena yang hanya terbalut handuk itu pun melangkah perlahan. Ketika berdekatan, ia berkata, “Mama mandinya ga pake sabun aja harum dan mulus gini. Gimana kalo pake.”
Semakin risih Helena menerima gelagat menantunya. Setelah Romeo berada di luar kamar, ia pun segera menutup pintu kamarnya dengan keras.
BRAK!
Semakin hari sikap Romeo semakin membuat Helena merasa terganggu. Ia hendak menyampaikan kepada Bella. Namun, tiap kali ingin bicara, Bella selalu lebih dulu bercerita. Ironisnya, putrinya justru memuji-muji, bahkan hingga memuja Romeo.
“Aku bahagia banget punya suami kayak Romeo, Ma. Dia tu katanya cinta banget sama aku. Liat deh WA-nya, romantis banget, kan?” Bella menunjukkan pesan-pesan yang dikirim oleh Romeo ke dirinya.
Helena hanya menyimak, meski dalam hati merasa ada sesuatu yang mengganjal. Ia ingin menceritakan perilaku Romeo terhadap dirinya. Namun, masih menunggu waktu yang tepat. Agar sang putri kesayangan tidak merasa tersinggung.