Sejak menemukan lingerie berpewangi khas ibunya, Bella terus memikirkan kemungkinan ada benarnya aduan Romeo yang mengaku sering digoda. Bella pun mulai menaruh curiga, hingga terus mengamati gerak-gerik Helena.
“Kok belum rapi, ga kerja?” tanya Helena yang menemukan Bella masih mengenakan pakaian tidur dan duduk di kursi meja makan.
Bella menjawab singkat. “Ambil cuti.”
“Cuti kenapa? Tumben banget kamu mau ambil cuti.” Helena bertanya sambil menyiapkan sarapan.
Masih menyembunyikan kecurigaan terhadap ibunya, tetapi Bella tak mampu menutupi rasa kesal, hingga ia bicara dengan ketus. “Emang kenapa kalo aku ambil cuti?! Mama keganggu?!”
Mendengar nada tinggi dari tanggapan Bella, Helena pun menatap heran. “Kenapa harus marah-marah, sih? Kan Mama cuma tanya.”
“Mama kayaknya ga seneng amat aku di rumah,” ucap Bella ketus.
Helena mendekati Bella, lalu memeluknya dari belakang. “Mama senenglah kamu di rumah. Eh, kebetulan kamu cuti, kita jalan, yuk! Udah lama ga ke salon, nonton, shopping bareng kamu.”
Bella menyingkirkan lengan Helena dengan kasar. “Ga, ah! Aku mau menghabiskan waktu sama suamiku. Mau mesra-mesraan.”
“Siapa yang mau mesra-mesraan?” Romeo memasuki ruang makan dengan memasang tampang sumringah. Ia melemparkan senyum manisnya ke Bella.
Bangkit dari kursi, Bella menghampiri Romeo dan langsung bermanja-manja. “Sayang, hari ini aku cuti. Kita habiskan waktu bersama, ya?”
“Kamu cuti? Wah, seneng banget aku akhirnya istriku yang gila kerja mau cuti juga.” Romeo pun menunjukkan rona bahagia.
Bella memeluk pinggang Romeo. “Iya, aku mau mesra-mesraansama kamu di rumah aja.”
“Ga mau keluar? Kita jalan, nonton?” tanya Romeo.
Bicara sambil sesekali melirik ke arah Helena, Bella berusaha memanas-manasi ibunya yang dicurigai menyukai suaminya. “Ga, ah. Aku uma pingin berdua-duaan sama kamu.”
Bukannya terpancing dan menjadi panas, Helena justru terseyum menyaksikan putri kesayangannya begitu tampak bahagia. Pada saat itu, Romeo juga menunjukkan rasa sayang pada istrinya. Hal itu membuat pikiran buruk terhadap Romeo sedikit teralihkan. Dia berusaha berpikir positif, mungkin ketika menggodanya, Romeo memang hanya iseng.
Seharian di rumah, Bella terus menempel ke Romeo. Ia bahkan bergelagat yang kurang enak dipandang, hingga Helena merasa risih sendiri melihatnya. Merasa perlu memberi putri serta menantunya privasi, Helena pun pamit untuk keluar rumah.
“Mama keluar, ya.”
“Lho, Mama mau ke mana?” tanya Bella yang tengah duduk di pangkuan Romeo.
“Ke toko,” jawab Helena singkat.
Kembali rasa curiga Bella bangkit. “Kan tadi pagi udah ngecek toko. Kok lagi?”
“Ya, ga apa. Sekalian ngawasin pegawai. Lagipula kamu sepertinya butuh waktu berdua, kan?” Senyum Helena menunjukkan kebahagiaan.
Berbanding terbalik dengan Helena yang merasa bahagia melihat putrinya tengah berbunga-bunga, Bella justru kembali bicara dengan nada sinis. “Bukannya Mama risih? Cemburu?”
“Cemburu apa? Ngaco kamu, ah.” Tidak menimpali kesinisan Bella, Helena justru menganggap ucapan Bella sebagai candaan. Ia masih belum menyadari bahwa putrinya sedang menaruh curiga terhadap dirinya.
Romeo menimpali, “Mungkin Mama mau ke rumah Pak Adam, kebetulan istrinya lagi nginep di rumah orang tuanya.”
Helena juga bingung mendengar ucapan Romeo.
“Ngapain Mama ke rumah Pak Adam?” tanya Bella memasang tampang bingung.
“Mama eng—”
“Kata Pak Adam memang sering ke sana kan kalo siang?” Romeo memotong perkataan Helena.
“Apa?! Enggak, ah.” Helena yang tidak merasa pun mengelak.
“Kemarin juga Mama ke sana, kan?” tanya Romeo.
Helena menjawab apa adanya. “Kemarin sih iya. Kan dia mau pesen kue buat acara keluarga katanya. Tapi cuma kemarin. Ga sering.”
“Kata Pak Adam sering. Kemarin sempet ngobrol dia bilang gitu. Emm ... katanya Mama juga bilang, kalo Bu Adam lagi ga ada, Mama minta Pak Adam ngasih tau. Meo ga tau sih maksud Mama apa minta begitu.” Romeo menyampaikan informasi yang jelas memojokkan Helena.
“Sembarangan, deh. Mama enggak—”
“Meo ga nuduh ya, Ma. Meo cuma nyampein informasi yang Meo tau, kok.” Lagi-lagi Romeo memotong kata-kata Helena.
Bella mulai terpengaruh apa yang Romeo ucapkan. “Udahlah, Ma. Kalo memang ada urusan sama Pak Adam, ya dateng aja, tapi pas lagi ada Bu Adam, dong! Bukan pas lagi sendirian.”