Mentari berjalan menuruni satu per satu anak tangga dengan senyuman merekah. Begitulah kehidupan gadis bernama Mentari itu. Layaknya Putri Viona dalam cerita Shrek, ia akan senantiasa berubah menjadi manusia normal begitu matahari sudah terbenam. Bedanya, wajah Mentari tidak berubah seperti Putri Viona.
"Cieee ... ada zombie kegirangan." Galang melirik sinis kakaknya yang berjalan menuju pintu. Dengan mengenakan jaket, anak itu tahu ke mana kakaknya akan pergi.
"Ikut—"
"Gak!" potong Mentari cepat tepat ketika adiknya hendak berlari padanya.
"Pelit!"
"Lo pasti mau minta dibeliin kue cubit, 'kan? Gak ah! Gak ada kue cubit lagi! Mang Asep udah tutup." Mentari berdusta.
Galang melirik jam dinding. "Masih jam tujuh. Mang Asep tutup jam delapan. Aku gak bakalan minta dibeliin—"
"Pokoknya enggak! Lo kan hobinya ngabisin duit gue. Dasar tuyul!"
"Kalian bisa gak sih sehari aja gak ribut? Kepala Ibu pusing." Seorang wanita keluar dari dapur dengan salah satu tangan membawa secangkir teh.
"Kakak tuh, Bu. Masa aku pengin ikut aja gak boleh." Galang mencebikkan bibir seraya menunjuk kakaknya yang tengah menatapnya sinis dari ambang pintu.
Mentari memutar kedua bola matanya. "Dasar tukang ngadu."
"Biarin! Wleee~" Galang menjulurkan lidahnya.
"Udahlah, biarin. Kakak kamu kan kali siang kerjaannya ngurung diri di rumah, jadi malem dia pengennya pergi sendiri." Mala berusaha menengahi kedua anaknya.
"Haha. Sukurin!" Mentari tertawa puas.
"Sekarang gini aja. Kamu penginnya apa? Nanti biar kakak kamu yang beliin."
"Yes!!"
Mentari melotot. "Kok gitu?" Ia menatap sengit adiknya yang tersenyum penuh kemenangan.
"Aku mau sate sama martabak!" seru Galang.
Mentari mendengkus. "Gue beliin sate tikus lo ya!"
"Mentari~" Mala berdeham pelan. Sementara putri sulungnya langsung kabur. Ia berlari pelan membuka pagar rumahnya.
Langit tidak begitu cerah saat ia keluar. Udara pun terasa cukup dingin, membuat Mentari semakin mengeratkan jaket yang dikenakannya. Gadis itu menghirup napas dalam dan membuangnya perlahan.
Kepalanya menoleh ke sebuah rumah yang berada di sebelah rumahnya. Karena terlampau sering berada di dalam rumah, ia bahkan sampai tidak sadar kalau rumah yang semula kosong itu kini sudah berpenghuni entah sejak kapan.
Ponsel Mentari bergetar ketika beberapa pesan masuk ke ponselnya. Tanpa menghentikan langkahnya, ia membalas pesan itu satu per satu. Hingga tidak lama kemudian ia tiba di sebuah minimarket. Mentari memasukkan kembali ponselnya ke dalam jaket dan mengambil beberapa bungkus camilan.