"Lo gila?!"
Kedua bahu Alan tersentak begitu Eric secara tiba-tiba berteriak padanya hingga semua orang di kelas menoleh.
"Kenapa lo senekat itu sih, Lan?" Eric mengacak rambutnya dan menatap Alan frustrasi. Belum juga genap seminggu Alan berada di sekolahnya, lelaki justru sudah menggali lubang kuburannya sendiri.
"Kenapa emangnya? Gue kan cuma berangkat sekolah bareng dia aja. Apanya yang salah? Soal rumor dia sama guru itu? Atau soal kulit dia yang merah-merah pas nyampe?"
"Nah itu yang salah!" Eric menginterupsi.
"Hah? Yang mana?" Alan dibuat tak mengerti. Sebenarnya sespesial apa gadis bernama Mentari itu di sekolah sampai-sampai Eric mengomelinya hanya karena mereka berdua berangkat ke sekolah bersama.
"Mentari itu ngidap Heliophobia, Lan. Itu yang salah!"
"Helio ... phobia?" Alan membeo dengan salah satu alis yang naik.
"Dia itu ibaratnya vampir di sekolah ini. Dia paling anti sama yang namanya sinar matahari. Selama gue sekolah di sini, gak pernah tuh gue lihat tuh cewek ngikut upacara tiap hari senin. Dia pasti diem di UKS. Ah, pernah sekali. Dia ikut upacara pas awal-awal semester sewaktu kelas sepuluh dan hasilnya? BOOM! Dia dibawa ke rumah sakit dengan keadaan kulit merah-merah dan sesak napas," jelas Eric dengan begitu heboh.
"Lo serius?"
"Astaga, lo pikir gue berani bercandain penyakit orang? Ya jelas enggak lah. Gue dua ratus rius, semua orang di sekolah udah tahu soal itu. Setelah kejadian masuk RS itu, Mentari beberapa hari gak masuk dan sekalinya dia masuk, semua orang langsung ngejauh karena mereka takut ketularan. Tapi seiring berjalannya waktu, orang-orang juga terbiasa."
"Terus kalo dia di rumah?" Alan kembali bertanya.
"Gue gak tahu sih kalo soal itu. Gue sama dia gak deket soalnya. Ya mungkin lebih parah lagi. Dia pasti kalo siang ngurung diri."
Alan mengingat-ingat setiap pertemuannya dengan Mentari beberapa waktu terakhir. Orang aneh yang beberapa hari lalu mengomeli Gilang, ternyata memanglah Mentari. Pantas saja gadis itu selalu mengenakan jaket, ternyata ia memiliki alasan yang kuat.
Beberapa murid yang duduk di belakang kelas langsung duduk di tempat masing-masing begitu seorang guru masuk ke kelas. Eric dan Alan menatap ke ambang pintu.
Eric menelan ludah.
"Bisa ikut saya sebentar, Alan Erlangga?"
Sepasang mata berwarna amber itu tepat mengarah pada Alan.