Galang mendudukkan tubuhnya di sofa usai mencuci tangan. Ia mulai memakan sosis bakar yang tadi dibelinya bersama sang kakak di luar. Lalu tidak lama setelahnya, Mentari datang dengan semangkuk pempek di tangannya. Gadis itu memilih duduk di atas karpet.
"Kak, guru yang tadi itu, guru yang suka ngasih tugas makalah, ya?" tanya Galang dengan mulut penuh.
"Hm."
"Aku kira dia itu bapak-bapak yang kumisnya tebel, ternyata masih muda. Mana ganteng lagi."
"Ya terus?" Mentari mendelik, lalu melirik adiknya sinis. "Lo naksir sama guru gue?"
"Enak aja! Masa aku suka sama bapak-bapak kayak gitu! Aku juga kan cowok!"
"Ya udah." Mentari kembali memasukkan sepotong pempek ke dalam mulutnya. Tangannya lalu bergerak mencari remot TV dan mencari film yang menurutnya menarik.
"Tapi, Kak. Kalo misalkan ternyata gurunya Kakak beneran suka, gimana?"
"Gak bakalan. Lo gak usah ngomong yang aneh-aneh deh." Mentari memperingatkan. "Dia tuh usianya jauh lebih tua dari gue. Gue masih terlalu bocil buat dia."
"Tapi, kan, cinta itu katanya gak mandang usia, Kak. Buktinya aja ada berita remaja seumuran Kak Mentari yang nikah sama kakek-kakek."
"Itu namanya gak normal." Mentari mendengkus pelan. "Udahlah, lo masih kecil udah ngomong cinta-cintaan, kayak yang ngerti aja lo. Belajar sana yang bener! Ngerjain PR aja masih suka minta dibantuin, sok-sokan ngomongin cinta segala," cibir Mentari hingga adiknya itu mencebikkan bibir.
***
Sepertinya hari ini nasib baik sedang berpihak pada Mentari. Tidak lama setelah ia menginjakkan kakinya di koridor, hujan turun dengan begitu deras. Jam pertama di kelasnya pagi ini tidak lain adalah Bahasa Inggris, dan Mentari teramat bersyukur karena itu karena suasana yang baik ini bertepatan dengan salah satu mata pelajaran favoritnya.
Dengan semringah, gadis itu berjalan memasuki kelas dan melihat Lala yang sudah ada di sana.
"Gue berharap jam kedua hujan turun tambah gede, biar gak perlu turun ke lapang. Sebel gue lama-lama sama itu guru!"