Teriakan kembali terdengar dari dalam toilet perempuan. Empat orang gadis di dalam sana terlibat perkelahian yang tak kunjung berhenti sejak beberapa menit yang lalu.
"Coba sekali lagi ulangin ucapan lo!" Dengan napas semakin memburu Mentari semakin menarik rambut salah satu kakak kelasnya itu hingga kembali menjerit.
"Cukup! Lo udah keterlaluan!" Dua orang lainnya bergerak mendekati Mentari dan mencoba memisahkan namun salah satu kukunya tanpa sengaja menggores permukaan salah satu pipi milik Mentari hingga mereka terdiam.
Gadis itu menatap salah satu tangannya, kemudian menatap sebuah baret di pipi Mentari.
"Lo gak liat ada cermin di sini?" ujar Mentari, membuat gadis-gadis di hadapannya mengerutkan dahi.
"Gue tanya sekali lagi apa lo gak lihat ada cermin di sini?!" Salah satu tangan Mentari menarik kakak kelasnya itu ke wastafel dan memaksanya untuk mengangkat wajah hingga ia bisa melihat pantulan wajahnya di sana.
"Lihat baik-baik! Lo ngatain gue keterlaluan tapi sendiri gak sadar sama apa yang udah lo omongin tentang gue! Lo ngatain gue caper, manja, dan apa lo peduli tentang perasaan gue sebenarnya di sini?! Lo pikir gue sendiri yang mau idap fobia ini?!" teriak Mentari dengan lantang. Setelahnya tubuh gadis itu ditarik ke belakang hingga terjerembap ke atas permukaan lantai.
Gadis-gadis tadi kini menarik rambut Mentari dengan kasar dan memaksanya agar mengangkat wajah.
Plak!
Salah satu permukaan pipi Mentari terasa panas.
"Itu balasan karena lo udah lancang sama kakak kelas lo sendiri!"
Salah satu sudut bibir Mentari kemudian naik. "Lancang, lo bilang? Setelah lo ngeluarin kalimat-kalimat buruk tentang gue, jelek-jelekkin gue, lo masih mau dihormatin sebagai kakak kelas?" Ia menatap ketiga gadis itu secara bergantian sebelum akhirnya menepis sepasang tangan yang ada di lehernya dan mendorong gadis itu menjauh darinya, lalu balas mengcengkeram leher seragam kakak kelasnya itu. Dua temannya berusaha melepaskan tangan Mentari namun tenaga gadis itu jauh lebih kuat.
Hingga tanpa mereka sadari, ada orang yang menyaksikan perkelahian mereka di sana lalu berlari ke ruang guru untuk melapor.
Derap langkah kaki itu bergerak cepat menyusuri koridor sebelum akhirnya sampai di sana. Kedua matanya menatap empat orang siswa perempuan yang tampak kacau di sana, salah satunya adalah gadis yang tengah mencengkeram kuat leher gadis lain yang ditindihnya.
***
Chandra menatap murid-murid yang masuk ke dalam lapangan voli. Hingga kedua matanya sempat bertumbuk dengan Alan, namun lelaki itu langsung memutuskan kontak mata mereka, membuat Chandra membuang napas pelan sebelum akhirnya kembali menatap murid-muridnya yang lain dengan sebuah bola di tangannya.
"Bisa kita mulai? Silakan lakukan pemanasan dengan dipimpin oleh dua orang."