Aku belum mulai sekolah. Kata Mom, hari ini beliau baru akan mencari sekolah, dan segera mendaftarkanku karena ulangan akhir semester tinggal beberapa minggu lagi.
Aku menarik napas panjang, menghirup udara pagi penuh oksigen menyehatkan. Ah, meskipun Hell’s Foxx City jauh dari kata metropolitan, di sini jauh lebih menyenangkan daripada di kota yang hampir seluruh masyarakatnya memercayai hal-hal gaib. Beruntunglah, Mom dan Dad bukan orang seperti itu.
Rumah baruku sungguh asyik dengan balkon di lantai dua. Di rumah lama yang terlalu sempit itu, mana ada balkon segala?! Namun, di lantai dua cuma ada dua ruangan. Balkon dan gudang. Tiba-tiba, mataku terpaku pada sebuah bangunan yang menurutku kelewat megah, walaupun bangunannya bergaya kuno, sayangnya tampak sangat tidak terawat. Pekarangannya yang juga luas, ditumbuhi pepohonan. Satu demi satu, dedaunan yang sudah kering itu jatuh meninggalkan pohonnya dan mengotori pekarangan, menambah kesan tak terawat. Entah kenapa, embusan angin yang seolah menyembunyikan sebuah misteri, membuat bulu kudukku merinding. Hawa horor mendadak muncul.
“Ve!” teriak Mom. “Ayo, sarapan dulu, nanti maag-mu kambuh!”
Aku melengos. “Baik, Mom”
Aku mendelik, menatap tak percaya ke arah jam dinding. Pukul lima?! Aku tidur lama sekali! Buru-buru aku beranjak dan mengambil handuk di lemari. Baru kali ini aku mandi pukul lima. Biasanya paling telat pukul empat. Kamar mandi baruku boleh juga. Dengan ukurannya yang luas, seolah mempersilakanku untuk bergerak leluasa. Meskipun tidak ada bathub, setidaknya ada shower.
Suasana di kamar mandi dengan lampu yang entah kenapa jadi temaram seperti ini membuat kesan horor muncul. Hawa dingin yang seolah berbisik jahat di telinga tidak lagi hanya mengelus kulit, tapi menusuk. Aku bergidik ngeri. Seingatku, pagi tadi lampu kamar mandi ini terang benderang. Kenapa sekarang temaram?! Aku harus minta tolong Dad untuk mengganti dengan lampu yang lebih bagus.
“Ahhh …!” Aku berteriak. Mataku membulat. Siapa?! Siapa tadi yang menepuk pundakku?! Sungguh, aku yakin tadi ada yang menepuk pundakku! Aku yakin ini bukan halusinasiku! Tapi, siapa?! Detik ini juga aku merasa dipermainkan. Ini tidak lucu! Aku berbalik, membuka pintu kamar mandi. Biarlah sore ini aku tak mandi daripada harus bertatapan dengan makhluk yang tadi menepuk pundakku. Serius, aku tidak mau!
Glek! Aku menelan ludah yang terasa pahit. Hantu?! Aku mendelik. Antara percaya dan tidak percaya. Kurasa bukan! Di dunia ini enggak ada hantu. Aku mendengus. Ini semua pasti gara-gara keseringan nonton Zee’s Fantasy! Jadinya, sekarang aku malah sering berfantasi dan berhalusinasi yang aneh-aneh!
Aku berjalan menatap cermin. Hah! Lihatlah, konyolnya wajahku, seperti orang yang akan dibunuh, takut setengah mati! Wush! Tiba-tiba saja ada bayangan yang muncul dan menghilang dengan cepat. Mataku membulat dan kurasa sebentar lagi akan copot bersamaan dengan jantungku yang meloncat keluar. Bayangan hitam yang kulihat sepintas itu, cepat sekali menghilangnya. Bayangan itu … seperti seorang lelaki yang tengah menggunakan jubah hitam. Wush! Bayangan itu muncul lagi. Kali ini lebih lama. Aku tahu, aku gila ketika aku justru memberanikan diri untuk melihat sosoknya. Napasku mendadak berat. Darahku beku. Kakiku gemetar hebat. Mata tajamnya seolah hendak membunuhku! Mulutnya … dilumuri banyak darah! Kupikir, ia vampire. Namun, tidak memiliki taring yang tajam. Aku memekik tertahan. Aku ingin sekali berteriak. Namun, apa daya, tenggorokanku seakan tercekat. Lagi pula, kalau aku berteriak bisa mengundang kehadiran Mom!
Sudah dua jam aku menggerutu dengan posisi menelungkup di bawah selimut. Aku berharap tidak akan lagi berjumpa dengan makhluk aneh dan mengerikan itu. Hari yang buruk untukku. Malam-malam begini, Mom malah pergi mencari supermarket terdekat untuk belanja sayur-mayur. Katanya, sih, untuk sarapan esok hari.
Merasa gerah berselimut, di saat semilir angin tak kunjung tiba, aku beranjak dari kasur menuju balkon. Aku ini sudah kelas delapan, konyol sekali kalau sampai aku enggak mau keluar dari tempat persembunyian macam selimut tebal kayak begitu. Asyik juga ternyata memandangi gelapnya malam, yang kali ini sedang dibanjiri jutaan bintang dari balkon rumah. Dari balkon, aku bisa melihat jajaran rumah dan … bangunan tua itu! Napasku menderu. Rumah tua itu … lampunya?! Menyala?! Bagaimana bisa? Apa mungkin rumah itu berpenghuni, tidak kosong seperti yang aku kira? Sungguhan? Namun, kenapa rumahnya tak terawat begitu?! Lagi dan lagi, sensasi horor itu datang dan membuatku ingin bersembunyi di kolong ranjang!
Dengan langkah gemetar, aku masuk kembali ke kamar. Namun, tiba-tiba … BRAK! Aku terperanjat. Bahkan sampai terlonjak saking kagetnya. Pintu yang menghubungkan antara balkon dan kamarku tertutup sendiri. Padahal tidak ada angin sama sekali! Mendadak, bulu kudukku berdiri. Saat ini, aku benar-benar tidak mau menoleh ke belakang. Mungkin saja ada makhluk lebih menyeramkan dari bayangan hitam tadi yang bersembunyi di belakangku?!
“Aku akan terus menerormu!”