Kita nongkrong dirumah Mario sampai malam, iya bisa sampai selama itu kita dirumah Mario. Tempatnya nyaman dan asik.
Kerjaan kita cuma ngobrol random, berdebat, ketawa-ketawa enggak jelas, makan, tidur, nonton tv dan main PS 5 milik Mario.
"Elo kalo mau nginep, gue suruh mbok Jum beresin kamar nih," Mario.
"Enggak, gue mau keluar lagi kok."
"Elo mau kemana? Ke klab lagi?" Mario.
"Ya kemana lagi? Dirumah juga gue enggak ada kerjaan," gue udah enggak semangat denger kata rumah.
"Coba elo cari cewek yang bener, mencoba suatu hubungan yang serius. Gue prihatin liat lo kayak gini," Mario.
"Gue udah enggak berminat buat membangun sebuah keluarga," gue hela napas.
"Mami papi pasti pengen punya cucu, Ndri."
"Gampang, nanti gue adopsi aja anak dari panti," gue jawab santai.
"Ya beda lah bego! Mereka pengen keturunan elo langsung."
"Enggak tahu lah, gue belum memikirkan ke sana," gue bangkit ambil kunci mobil gue yang ada diatas meja.
"Thanks by the way buat hari ini, sorry kalo gue sering ke rumah lo dan ganggu Mika. Gue pamit ya, sampein ke Mika."
Mario mengangguk dan mengantar gue sampe pintu depan.
Mobil segera gue lajukan entah kemana, gue enggak berminat pulang ke rumah. Setelah sejam muter-muter ibukota yang masih ramai, gue akhirnya memutuskan ke club lagi.
Walau besok hari Senin, gue tetap ke club. Hidup gue gini-gini aja, kerja, main, ke club, nge*we dan berdebat sama mami papi soal kehidupan pernikahan gue.
Mami selalu aja nyodorin anak teman arisannya buat dikenalin ke gue. Dan gue tolak mentah-mentah, emangnya gue enggak laku sampe harus di jodoh-jodohin segala?
Setelah memarkirkan mobil kesayangan gue, gue langsung masuk ke club elite di sekitar sini. Biasanya gue ke club milik Miko.
Saat gue masuk, suara dentuman musik menghentak kencang banget. Para cewek-cewek seksi menatap kearah gue dengan tatapan liar mereka.
Gue suka lihat body mereka, semua mulus tanpa cacat. Terkadang untuk menjual diri, enggak selalu harus cantik. Yang penting elo punya body seksi, mulus dan pintar goyang di ranjang, pasti pria manapun bertekuk lutut.
Gue langsung duduk di meja bar dan meminta vodka pada bartender. Mata gue menyusuri lantai dansa, banyak manusia berlenggak-lenggok mengikuti alunan musik.
"Hai, sendirian aja?" Cewek seksi datang menghampiri gue.
Gue noleh kearahnya, tersenyum dan mengangguk.
"Mau gue temenin?" Tanyanya seraya tangannya ngusap-ngusap paha gue.
Gue tersenyum miring, "temenin ke hotel mau?"
"Gue mahal kalo dibawa keluar," jawabnya sambil ngejilatin bibirnya dengan sensual.
"Enggak masalah."
Gue nenggak vodka gue dan langsung gue bawa cewek tadi keluar dari club dan ke mobil. Kita langsung cari hotel terdekat aja, gue udah males muter-muter.
Sesampainya di hotel, ya elo semua udah pasti tahu gue sama dia ngapain aja. Yang pasti gue puas dan dia puas dengan bayaran dari gue.
* * * * *
Gue bangun dari tidur, pas gue buka mata gue, didepan gue masih ada cewek semalam. Dia masih tidur pulas dengan tubuh polosnya yang tertutup selimut tebal. Wajah masih dengan make up tebal sisa semalam, tapi bibirnya pucat. Karena lipstick menornya udah ilang.
Gue cek arloji gue, waktu sudah menunjukkan pukul 10.11 pagi.
Sial!
Gue langsung cepat-cepat pakai baju gue yang ngegeletak dilantai. Gue cek ponsel gue, ternyata mati total.
Gue tinggalin beberapa lembar uang diatas meja buat cewek yang semalam habis puasin gue.