[🏠🏠]
An tersenyum manis semanis coklat saat Hana mempersilakan dirinya makan. Lebih tepatnya melayani dirinya.
"Gini dong, jadi tetangga." An tersenyum simpul, kemudian mulutnya membuka lebar karena melihat makanan yang dihidangkan oleh Hana.
"Kalo bukan Imo yang nitipin lo ke sini boro-boro gue mau layani lo." ucap Hana dengan kesal. Hana memanggil mamanya An dengan panggilan Imo yang berarti tante. Jadi, setelah pulang sekolah tadi mama An bertamu dan menitipkan An di rumah keluarga Dibza. Karena sore ini mama An akan pulang kampung, ke Korea. Mantep nggak tuh, kampung keluarga An.
"Tadi siang lo mau jadi pacar gue, tapi sekarang lo najisin gue. Parah lo." An menunjuk Hana dengan sendok yang ia gunakan untuk menyuap makanan.
"Karena cinta gue hanya untuk kak Reza dan Rowoon." ucap Hana dengan penuh penghayatan saat menyebutkan dua Idolanya, Reza ulzangnya Bandung dan Rowoon oppa Koreanya.
"Eh, Lo bisa berhenti nge-halu nggak Sih. Heran gue." ucap An membuat Hana ingin memukul An. "Lo nggak bisa apa nge-idola in gue. Yang jelas-jelas terpampang nyata dan handsome." An tersenyum dengan puas. Ya, memang benar dia lumayan handsome. Tapi, terkadang tingkahnya membuat Hana merasa malu jika bersama An.
"Gue kok pengen muntah ya An." ujar Hana sambil pergi meninggalkan di meja makan.
"Eh, lo mau kemana? Hana!"
..
An dengan isengnya mengambil buku tugas Hana. Cewek itu sudah menahan amarahnya akibat ulah An, tetangga tercintanya.
"Hari gini ngerjain tugas." ujar An. Dia melempar buku tugas Hana ke meja begitu saja.
"An sebaiknya lo pulang deh. Sebelum ada hal yang nggak lo inginkan terjadi. Lo pulang gih." ucap Hana dengan lembut tanpa melihat ke arah An. Cowok itu malah semakin menjadi-jadi, dia tidak mendengarkan peringatan Hana.
"Gue baru tahu kalo lo menggemaskan. Kenapa gue baru sadar ya?" An duduk di depan Hana. Kepalanya ia tumpukan pada tangannya. Memandangi Hana dengan senyum jahilnya.
Hana diam. Lebih baik tidak menanggapi An. Tapi, tetap saja Hana risih atas pandangan An.
"An. Lo pulang deh." suruh Hana lagi. Dia sudah risih.
"Anterin." rengek An.