.🏠🏠.
Hana memandang An dengan tajam. Saat ini dia sangat tidak suka melihat wajah An. Rasanya ingin sekali melayangkan tinju ke wajah cowok yang kini tengah memelas meminta pengampunan. Hana melirik An dengan remeh. Dia tidak sudi untuk memberi An pengampunan. Ya, ya, kehidupan dua tetangga ini memang penuh drama.
Tiada hari tanpa marahan. Terkadang lengket kayak permen karet. Tapi, sekalinya jauh kayak jarak bintang di laut dan bintang di langit.
Hana berhenti. An juga ikut berhenti. Cowok itu menahan napasnya saat tiba-tiba Hana membalikkan badan, menyebabkan wajah mereka hanya berjarak lima centi-an saja.
Hana tersenyum kuda sambil memundurkan kepalanya. "Lo jauh-jauh sana dari gue." ucapnya, kemudian Hana pergi meninggalkan mematung di koridor. Mungkin saja jika Dara tidak menyapa An, cowok itu sudah lupa untuk bernapas.
"Kenapa lo? Habis kena hipnotis aja." ujar Sarah keheranan melihat An gelagepan.
"Ha...ha... Kayaknya gue memang habis kena hipnotis deh." An nyengir kuda, menggaruk tengkuknya yang kemungkinan tidak gatal membuat Sarah berpikir bahwa An memang sudah tidak sewaras dulu.
An berjalan bersisian dengan Sarah. Sesekali mereka bercanda, tertawa hingga kejar-kejaran seperti anak TK. Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, bukan untuk iri. Tapi untuk menghujat. Udah biasa sih, anak populer jadi bahan hujatan. Jiwa An sudah kebal. Emang An populer? An populer kalo lagi ada K-Popers yang kehilangan subtitle di tengah-tengah nonton drakor. Ya, tapi nggak dipungkirilah kalo An masuk top ten.
"Semalam mereka pulang bareng ya?" tanya Sarah saat mendapati Iqbal dan Hana sedang mengobrol di depan kelas. An mengangguk.
"Gara-gara tu cowok. Hana marah sama gue. Apa hebatnya sih dia?"
"Kalo dibanding sama lo," Sarah melihat An dan Iqbal bergantian, "dia lebih hebat dan kece sih." sambung Sarah dengan mantap seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. Membuat An kecewa. Cowok itu memilih meninggalkan Sarah dan menerobos masuk kelas tanpa mengatakan permisi pada Hana dan Iqbal yang tepat berdiri di depan pintu. Bahkan An dengan sengajanya menabrakkan tubuhnya ke Iqbal.
An tidak peduli dengan tatapan Hana. Biarlah Hana semakin membenci. Mungkin nanti An akan menyadari perbuatannya dan menyesal. Kenapa dia semakin memperbesar masalahnya dengan Hana. Intinya pagi ini An sedang kesal. An sangat kesal. Tapi, dia sendiri bertanya kenapa ia kesal? Kesal karena apa coba? Karena Hana dekat dengan Iqbal? Kenapa dia harus kesal? Hayo! Ternyata kamu yang bermasalah An.
Sebelum menidurkan kepalanya di meja, An kembali melihat ke arah pintu dan melihat Hana tertawa lepas. Sebahagia itukah tetangganya? Awas saja kalo besok-besok dia sampai menangis.
..
An memakan jajan yang baru dibelinya dengan tidak semangat. Dia sendirian di kantin. Berharap akan ada yang menghampirinya dan harapannya terwujud ketika Sarah meletakkan mangkok yang berisi bakso dan dua kotak susu coklat di atas meja. Satu kotak untuknya dan satu kotaknya lagi untuk An.
"Lo buat puisi aja lagi, mana tahu Hana bisa luluh." saran dari Sarah membuat An tambah tidak semangat.
"Males. Buang-buang tenaga. Lagi pula dia kayaknya bahagia gitu sama Iqbal." ucap An dengan sorot mata ke arah pojokan tempat Hana dan Iqbal sedang ngantin bersama teman-teman Iqbal yang lainnya. Hana memang mudah bergaul, tapi terkadang kemurahan hati Hana dimanfaatkan orang lain. Dan An tidak suka.
"Emang lo ngomong apa sama Hana sampai dia marah sama lo?"