.🏠🏠.
Sebelum keluar pagar, Hana menarik napasnya dalam-dalam. Biasanya An selalu stay di depan rumahnya. Menunggunya dan memberinya tumpangan. Tapi, pagi ini Hana tidak tahu apakah cowok itu tetap melakukan kebiasaannya atau tidak? Ya, mereka belum baikan. Padahal semalam sore Hana sampai nangis karena An jadi cuek kepadanya.
Hana tersenyum. Tapi, An tetap memasang wajah dinginnya. Hana memperhatikan An, ternyata An tidak naik motor pagi ini. Tapi, cowok itu naik sepeda. Hana lumayan kecewa.
"An lo kenapa sih?" Hana memulai percakapan.
"Mikir aja sendiri." jawab An sembari duduk di jok sepedanya yang pastinya hanya bisa mengangkut dirinya.
"Morning, Han An!" suara yang sering An dengar akhir-akhir ini muncul bersama tuannya. Siapa lagi kalo bukan Iqbal. An tidak menjawab sapaan Iqbal, cowok itu malah mendengus dan pergi meninggalkan Hana dan Iqbal berdua.
..
Walaupun An pergi duluan dari Hana. Tetap saja Hana yang tiba duluan, terlihat dari motor Iqbal yang sudah terparkir ganteng.
Fahreza menghampiri An. Merangkul cowok itu. Mereka lumayan dekat karena satu kelas. Tapi, setelah pemberian kado beberapa hari yang lalu keduanya semakin terlihat sering bersama.
"Kadonya udah lo buka?" bisik Fahreza.
"Belum. Nanti gue buka, pas ada pasukan 86. Takutnya kalo gue buka sendirian, ntar meledak lagi." ujar An membuat Fahreza memutar bola matanya kesal. An sangat berpengalaman membuat orang terkena serangan jantung mendadak.
"Lo kira bom."
"Ya mana tau kan." ucap An sambil terkekeh.
Keduanya ke kelas bersamaan. Beberapa adik kelas menyapa mereka berdua. Cowok idaman, tapi sayangnya mereka nggak sadar.
"Idol Korea lewat..."
"Kak Fahreza, gila makin hari makin ganteng aja."
An dan Fahreza hanya tersenyum simpul mendengar suara-suara yang memuji mereka. Mereka memang populer, lebih populer dari Ketua Osis. Tapi, jika fans nya sudah muak, An dan Fahreza seperti makhluk gaib. Tidak terlihat. Apa lagi pas jam makan siang. Wajah serta kepopuleran mereka tidak akan terlihat.
"Eh itu si Rianti. Samperin bentar yuk." ucap An heboh saat melihat ketua Mading. Siswa yang paling disanjung dalam pelajaran bahasa Indonesia. Selain itu Rianti adalah pemenang dalam kompetisi pembacaan karya puisi di tingkat nasional. Dia juga penulis yang lumayan famous di salah satu platform daring.
Fahreza mendengus saat An memaksanya ikut untuk menyapa Rianti. Se-SKY juga tahu kalo mereka berdua musuh bebuyutan.
"Morning dek Rian-" An menjeda sebentar menyebabkan Rianti melihat ke arah An, lalu menyudahi obrolannya dengan teman sekelasnya,"ti."
"Apaan sih! Eh, tumben sama si pelit." Rianti melihat Fahreza dengan tatapan tidak suka seperti biasanya.